Lihat ke Halaman Asli

Berty Sinaulan

TERVERIFIKASI

Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Memandu Museum dengan Hati

Diperbarui: 18 Agustus 2020   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dhanu Wibowo (paling kanan, baju putih), pegawai Museum Kebangkitan Nasional sedang memandu sejumlah pelajar di museumnya. (Foto: BDHS)

Sudah cukup banyak yang tahu slogan atau tagline para pegiat museum di Indonesia. Slogan itu adalah "Museum di Hatiku". Melalui ungkapan itu, diharapkan agar museum menjadi "tertanam" di hati masyarakat, dan tumbuh apresiasi masyarakat untuk mencintai dan senang berkunjung ke museum.

Slogan itu juga dijadikan salam di antara para pegiat museum. Bila ada yang mengatakan, "Salam Museum", maka akan dijawab bersama-sama, "Museum di hatiku", sambil meletakkan telapak tangan kanan di dada kiri.

Para pemandu museum yang menjadi bagian penting dari keberadaan suatu museum, tentu tak asing juga dengan slogan tersebut. Namun bagi mereka, yang tak kalah penting adalah memandu museum dengan hati. Ini bisa diartikan, seorang pemandu museum harus profesional dalam tugasnya. Ketika yang bersangkutan memandu para pengunjung menikmati isi museum, juga harus dilakukan dengan hati.

Selain etika, pemandu museum juga harus memahami mengenai museum itu sendiri. Para pemandu museum harus pula mengetahui dan memahami mengenai kepemanduan, yang di dalamnya termasuk teknik kepemanduan, etika, dan trik kepemanduan. 

Walaupun teknik seorang pemandu sudah cukup bagus, tanpa dibarengi etika dan kemampuan mengendalikan diri, akan percuma juga. Pemandu museum diharapkan menguasai pula trik-trik dalam kepemanduan, sehingga pengunjung yang dipandunya tidak merasa bosan, sebaliknya akan selalu senang dan mengikuti penjelasan-penjelasan sang pemandu. Tentu saja itu semua agar pelayanan seorang pemandu menjadi maksimal, memuaskan para pengunjung.

Daftar para narasumber dalam webinar Ikatan Pemandu Museum Indonesia. (Foto: IPMI)

Hal-hal inilah yang dibahas dalam webinar Pelatihan Kepemanduan Museum yang diselenggarakan oleh Museum Kebangkitan Nasional (MKN) dan Ikatan Pemandu Museum Indonesia (IPMI). 

Webinar yang terbuka untuk para guru sejarah, pelaku pariwisata, dan pemandu museum itu, dilaksanakan pada Selasa, 18 Agustus 2020 melalui aplikasi Zoom. Para narasumber yang tampil antara lain Ketua Umum IPMI, Amat Kusaini al Alexs, lalu  Adang Suryana, Yulianti Fajar Wulandari, Berthold SInaulan, Firmansyah, Ameliya Rosita, dan Dimas Ardi Nugroho. Sedangkan yang menjadi moderator adalah Dhanu Wibowo dari MKN.

Keberadaan pemandu museum menjadi penting, karena bisa dikatakan baik atau buruknya suatu museum di mata pengunjung dan masyarakat luas, cukup banyak tergantung dari kemampuan pemandu museumnya. 

Bila pemandu museumnya cakap dan terampil, akan membuat pengunjung puas, yang kemudian akan menceritakan hal-hal positif itu kepada orang lain. Sebaliknya, bila pemandu museumnya kurang terampil dan terkesan ogah-ogahan, akan membuat pengunjung kesal Bisa saja langsung pulang meninggalkan museum itu, dan nama museum tadi bisa menjadi jelek bila dibicarakan keburukan sang pemandu museum.

Sebagai orang terdepan yang langsung berhubungan dengan masyarakat pengunjung, seorang pemandu museum harus dapat memberikan bimbingan, penerangan dan petunjuk mengenai koleksi museum serta pelayanan lainnya. Ramah tapi tetap tegas, terampil, teliti, tanggap, dan tangkas, harus menjadi ciri seorang pemandu museum.

Intinya sekali lagi, yang terbaik memang seorang pemandu museum yang melayani pengunjung dengan hati. Sehingga di akhir kunjungan, para tamu museum yang dipandu dapat benar-benar merasakan museum di hati mereka. Cinta dan menghargai keberadaan museum. Inilah yang menjadi salah satu tujuan dibentuknya IPMI, wadah bagi para pemandu museum di seluruh Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline