Mungkin tak banyak yang tahu, tetapi 17 Mei adalah tanggal yang cukup penting dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam bidang literasi. Bila 23 April tiap tahun diperingati sebagai Hari Buku Sedunia atau Hari Buku Internasional, maka 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional.
Tanggal yang dipilih adalah tanggal peresmian Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) pada 17 Mei 1980 dengan gedung utamanya kala itu di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat.
Sekarang Perpusnas telah menempati gedung baru yang disebut sebagai perpustakaan tertinggi dan terbesar di dunia, yang terletak di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Pada 17 Mei 2002, Menteri Pendidikan saat itu, Abdul Malik Fajar, meresmikannya sebagai peringatan Hari Buku Nasional. Sejak saat itu, setiap tahun diadakan peringatan Hari Buku Nasional, yang diadakan untuk memacu literasi dan budaya membaca di seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Tahun ini, pada 17 Mei 2020, bersamaan dengan Hari Buku Nasional, saya mendapatkan buku baru. Sebenarnya buku yang dikirim melalui jasa layanan pos itu telah saya terima pada 16 Mei 2020, namun baru sempat saya buka pagi ini. Buku itu adalah buku antologi puisi berjudul Berbisik pada Dunia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi.
Antologi puisi yang diterbitkan sekaligus untuk menyambut Hari Puisi Sedunia 21 Maret itu, berisikan karya puisi dari 150 penyair yang digagas oleh Rida K. Liamsi, seorang penyair dan pengusaha penerbitan pers dari Riau.
Bermula dari ucapan Selamat Hari Puisi Sedunia 21 Maret 2020 yang diterima dalam pesan whatsapp-nya, Datuk Rida kemudian tergerak untuk membuat antologi puisi.
Sekaligus memberikan kesempatan para penyair untuk tetap bersemangat berkreasi di tengah pandemi Covid-19. Ternyata sambutannya sangat luar biasa, ratusan orang mengirimkan karya puisinya, dan setelah dikurasi akhirnya dipilih karya dari 150 penyair untuk dibukukan dalam antologi puisi tersebut.
Judul antologi Berbisik pada Dunia itu diambil dari puisi karya D. Zawawi Imron. Bertindak sebagai editor adalah Rida K. Liamsi dan perempuan penyair, Ratna Ayu Budiharti. Buku dengan ISBN 978-602-50502-2-0 itu juga diberi pengantar oleh Maman S. Mahayana, doktor sastra Indonesia yang juga kritikus sastra.
Bertajuk "Suara Zaman", pengantar dari Maman Mahayana dimulai dengan kalimat, "Dalam situasi apa pun, penyair adalah saksi peristiwa dari zamannya".
Antologi puisi ini, seperti disebutkan Maman Mahayana, memang berisikan catatan peristiwa yang terjadi pada masa kini, situasi kemuraman di kala pandemi Covid-19 dan segala yang terkait dengan itu. Tak tanggung-tanggung bahwa penyair kawakan yang disebut-sebut sebagai Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, juga ikut menulis puisi terbarunya.