Banyak catatan dari tahun 2017 yang beberapa jam lagi akan berakhir. Bagi saya pribadi tahun ini merupakan "Tahun Kumpulan Puisi" dan sekaligus "Tahun Kerelawanan Pramuka". Dua-duanya betul-betul tak terduga dan tak terpikirkan sedikit pun, bahkan setelah 2017 memasuki paling tidak bulan pertamanya.
Baru di Maret 2017, saya terpikirkan untuk membukukan puisi-puisi saya. Menerbitkan kumpulan puisi bukan yang pertama bagi saya. Pada 1981 saya telah menerbitkan kumpulan puisi "Kepada Kau". Tapi lalu lama tak ada lagi gemanya, walau sesekali masih juga saya menulis puisi.
Belakangan, pada sekitar 2014-2015 saya kembali cukup sering menulis puisi, apalagi setelah ada ajakan dari sahabat Pelatih Pembina Pramuka dari Bengkulu, Herman Suryadi, untuk menerbitkan antologi puisi bersama. Mulai dari puisi dengan tema Bengkulu sampai antologi puisi tentang Lord Baden-Powell, Bapak Pandu Sedunia.
Pada 23 April 2017 bertepatan dengan Hari Buku Sedunia, saya meluncurkan kumpulan puisi "Kubayangkan Chairil Anwar". Berlanjut dengan kumpulan puisi "Ahok, Kebhinekaan, Belajar Pancasila", dan seterusnya "Puisi Itu Adalah". Tidak tanggung-tanggung, dalam setahun saya menghasilkan tiga buku kumpulan puisi. Itu masih ditambah lagi beberapa antologi puisi bersama para penyair lainnya.
Dua Konferensi Sedunia
Selain "Tahun Kumpulan Puisi", saya juga mencatat 2017 sebagai "Tahun Kerelawanan Pramuka". Paling tidak dalam arti sempit untuk diri saya pribadi. Tanpa diduga dan dipersiapkan jauh sebelumnya, saya terpilih menjadi relawan Pramuka di dua konferensi sedunia. Pertama, sebagai anggota International Volunteers Team pada Konferensi ke-41 Gerakan Kepanduan Sedunia di Baku, Azerbaijan. Kedua, sebagai relawan pada Konferensi ke-28 International Scout and Guide Fellowship atau Persaudaraan Pandu dan Pramuka Wreda Internasional, yang diadakan di Bali, Indonesia.
Untuk yang pertama, saya berada di Baku, ibu kota Azerbaijan, negara yang berada di antara Rusia dan Iran, sejak 31 Juli sampai 20 Agustus 2017. Sedangkan yang kedua, saya berada di Sanur, Bali, dari 6 sampai 14 Oktober 2017. Baik yang pertama maupun yang kedua, semua biaya perjalanan dan akomodasi ditanggung oleh panitia. Jadi bisa dikatakan saya mendapatkan kesempatan jalan-jalan gratis di samping tugas sebagai relawan.
Untuk yang pertama malah lebih seru lagi. Saya baru tahu ada kesempatan menjadi relawan internasional itu di hari terakhir pendaftaran. Jadi segera saya isi formulir dan kirim kembali. Belakangan saya mendapat informasi ada lebih 400 pendaftar dari 100 negara yang memasukkan formulir.
Panitia kemudian melakukan seleksi administrasi dan wawancara melalui skype. Tak disangka, saya terpilih menjadi satu dari hanya 20 relawan internasional. Jadi hanya 20 orang yang dipilih dari 400 lebih pelamar.
Dari Indonesia hanya saya satu-satunya, bahkan juga hanya saya yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Lebih membanggakan bagi saya, karena di Baku saya juga ditugaskan menjadi penyelia dan penyunting berita tulisan yang dihasilkan tim media dalam Bahasa Inggris.