Lihat ke Halaman Asli

Berty Sinaulan

TERVERIFIKASI

Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Ngabuburit Pewarta Pramuka, Bahas Media Sosial dan Berita Hoaks

Diperbarui: 21 Juli 2017   20:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Narasumber menyampaikan materinya pada ngabuburit Jurnalis yang diselenggarakan di Jambore Kita Cafe, Tangerang Selatan. (Foto: ISJ)

Indonesia Scout Journalist (ISJ), komunitas para jurnalis (pewarta) yang senang meliput dan menulis tentang kepramukaan serta para Pramuka yang senang berkegiatan jurnalistik, menyelenggarakan acara bertajuk "Ngabuburit Jurnalis" di Jambore Kita Cafe (JamCaf) yang terletak di Jalan Merpati, Ciputat, Tangerang Selatan, pada Sabtu, 17 Juni 2017.

Sekitar 30 peserta yang datang dari tiga provinsi, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, mengikuti acara yang diisi dengan pembahasan "Menyusun Tulisan dan Foto Menarik di Media Sosial". Narasumbernya adalah para pendiri ISJ, Berthold Sinaulan, yang menyampaikan materi "Menulis di Media Sosial", dan Andi Widjanarko, yang membawakan pemaparan berjudul "Foto Jurnalistik".

Kedua narasumber membagi pengetahuan kepada para peserta tentang menulis jurnalistik dan mengunggah foto jurnalistik di media sosial. Dijelaskan, semakin terbatasnya media cetak serta cukup sulitnya untuk menampilkan karya di media elektronik seperti radio dan televisi, maka media sosial dapat menjadi alternatif mengunggah tulisan dan foto tentang kegiatan kepramukaan.

Peserta ngabuburit jurnalis antusias bertanya. (Foto: ISJ)

Berbagai teknik penulisan dan tips memotret secara sederhana namun menghasilkan karya yang baik, dipaparkan oleh kedua narasumber tersebut. Pada teknik penulisan, diuraikan bagaimana menyusun suatu tulisan -- terutama berita -- menggunakan berbagai cara. Mulai dari penggunaan hal-hal penting seperti apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana kegiatan kepramukaan yang akan ditulis, sampai memilih judul yang menarik tetapi tidak bohong.

Diuraikan pula mengenai pentingnya alinea atau paragraf pertama dalam suatu penulisan. Kalau alinea pertama itu menarik, maka pembaca akan meneruskan bacaannya. Sebaliknya bila alinea pertama saja sudah tidak menarik dan malah membosankan, maka kemungkinan besar tulisan itu akan ditinggalkan, tidak dibaca lagi.

Diberikan contoh, alinea pertama dari tulisan mengenai Bumi Perkemahan Pramuka di Cibubur, Jakarta Timur. Contoh pertama, "Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, terletak tak jauh dari pusat kota Jakarta". Contoh kedua, "Tahukah Anda, Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, adalah salah satu bumi perkemahan terbesar di dunia?". Peserta acara di JamCaf itu sepakat memilih contoh kedua yang lebih menarik.

Sementara itu, Andi Widjanarko memaparkan mengenai teknik dan tips fotografi. Misalnya, memilih lokasi pemotretan, memilih pencahayaan yang tepat, sampai mengajak para peserta untuk mengusahakan kalau memotret kegiatan kepramukaan, sebaiknya objek atau para Pramuka yang difoto menggunakan paling sedikit salah satu ciri khas kepanduan atau kepramukaan. Bisa saja mereka sedang berkegiatan tanpa seragam, misalnya hanya mengenakan kaus lengan panjang, dan celana panjang. Namun bila mereka yang difoto mengenakan setangan leher atau kacu, maka orang yang melihat foto itu dapat langsung tahu bahwa itu adalah foto kegiatan kepramukaan.

Sebagian peserta dan panitia berfoto bersama di akhir acara ngabuburit jurnalis. (Foto: ISJ)

Dalam acara itu, dipaparkan pula mengenai upaya untuk mengatasi berita atau informasi hoax yang sering menyebar di media sosial. Di antaranya, dengan mengenali ciri-ciri berita hoax. Seperti misalnya, informasinya bombastis atau sensasional, mencoba agar pembaca menjadi emosional. Biasanya juga terkait berita-berita yang mengandung unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan), memuji satu pihak namun sebaliknya meremehkan atau bahkan menghina pihak lain.

Sering kali pula dalam berita atau informasi itu dimasukkan nama-nama tokoh yang terkenal, seolah-olah sang tokoh yang berbicara. Padahal tidak demikian. Ada juga yang menulis serampangan, yang kalau diteliti ternyata tidak benar. Misalnya mengutip nama seorang tokoh bergelar profesor untuk membahas masalah gizi pada tempe. Padahal profesor itu adalah seorang arsitek.

Bisa juga mengutip jabatan yang seolah benar, padahal kalau mau sedikit lebih teliti, ternyata tak benar. Misalnya disebutkan Kapolsek Jakarta Timur, padahal untuk wilayah kota administratif Jakarta Timur, jabatan kepala kepolisian yang benar adalah Kapolres bukan Kapolsek. Bahkan memuat sumber yang tak jelas, misalnya disebutkan "menurut sumber yang terpercaya...", atau "menurut sumber yang tak bisa disebutkan namanya....".

Ciri berita atau informasi hoax lainnya adalah mengunggah berita yang seolah-olah baru, padahal itu berita lama yang diperbarui. Serta satu ciri lain yang lebih mudah dikenali, biasanya berita atau informasi hoax ditambah dengan ajakan, "Sebarkan!" atau "Silakan di-copas (copy paste) di media sosial masing-masing".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline