Lihat ke Halaman Asli

Berty Sinaulan

TERVERIFIKASI

Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Doktor Arkeologi UI Pertama di Tahun 2017

Diperbarui: 3 Mei 2017   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doktor St. Prabawa Dwi Putranto (nomor empat dari kiri) bersama sidang penguji promosi doktornya. (Foto: Lien D. Ratnawati)

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) baru saja meluluskan doktor arkeologi pertama di tahun 2017 ini. Adalah St. Prabawa Dwi Putranto yang menjadi doktor arkeologi pertama UI di tahun ini, setelah sidang terbuka promosi doktornya dilaksanakan di FIB UI pada Rabu, 3 Mei 2017.

Prabawa yang akrab dipanggil Bowo menyampaikan disertasi berjudul “Model Manajemen Sumber Daya Budaya Bawah Air Di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah” di hadapan para penguji yang dipimpin ketua sidang, Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M.Hum. Bertindak sebagai penguji adalah Dr. Ninie Susanti, Dr. Wiwin Djuwita Ramelan, Karina Arifin, Ph.D, serta penguji tamu Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono dari Universitas Diponegoro, dan promotor disertasi Prof. Dr. Agus Aris Munandar, serta co-promotor Dr. Supraktikno Rahardjo.

Setelah dilakukan uji terbuka, ketua sidang Prof. Dr. Susanto Zudhi menyatakan Bowo lulus dengan sangat memuaskan. Disertasinya yang mengemukakan tentang upaya melakukan manajamen sumber daya budaya bawah air, dianggap memenuhi syarat untuk mencapai gelar doktor dalam bidang arkeologi.

Saat pembacaan kelulusan doktor dengan predikat "sangat memuaskan". (Foto: Lien D. Ratnawati)

Seperti dikatakan Bowo, “Bangsa Indonesia yang berkembang di wilayah kepulauan di garis khatulistiwa, telah melakukan kontak budaya yang meninggalkan warisan budaya, yang sebagian terpendam di bawah tanah dan sebagian lagi tenggelam di dalam laut”.

Khusus mengenai warisan budaya bawah air di Indonesia, menurut Bowo, jumlahnya sangat banyak, salah satunya terdapat di Kepulauan Karimunjawa. Telah teridentifikasi sedikitnya ada 10 situs tinggalan budaya. “Situs-situs itu perlu dilestarikan karena memiliki nilai penting dan memiliki potensi yang besar sebagai sumber daya budaya,” tambah Bowo.

Dr. St. Prabawa Dwi Putranto. (Foto; BDHS)

Untuk menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam sumber daya budaya bawah air di Karimunjawa, diperlukan upaya pelestarian sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang mencakup upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan, yang bertujuan untuk mempertahankan keberadaannya bagi masa mendatang.

Upaya perlindungan terhadap kawasan Karimunjawa saat ini telah dilakukan Balai Taman Nasional Karimunjawa yang bertugas melakukan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Namun pelestarian terhadap sumber daya budaya bawah air belum dilakukan secara menyeluruh, sehingga menurut Bowo, diperlukan pengelolaan kawasan untuk melestarikan baik sumber daya alam maupun sumber daya budaya.

Untuk itu, Bowo mengusulkan dibentuknya Taman Nasional Alam dan Budaya Kepulauan Karimunjawa, yang secara terpadu akan sekaligus menangani pengelolaaan dan pelestarian sumber daya alam maupun sumber daya budaya di kawasan tersebut. Di samping itu, Bowo juga menekankan bahwa masyarakat memegang peranan penting pula untuk membantu pelestarian di tempat tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline