Apakah kesamaannya antara batu bata peninggalan bersejarah bekas kerajaan Majapahit sampai kapal perang Belanda yang tenggelam di Laut Jawa pada Perang Dunia II? Sama-sama hilang lenyap, diambil secara ilegal, dan hampir tak bisa dicegah. Baca lengkapnya dalam tulisan ini.
Sebentar lagi 18 April, tahukah Anda ada peringatan apa pada tanggal itu? Di seluruh dunia, terutama di kalangan para pelestari benda cagar budaya, arkeolog, sejarawan, dan penggiat permuseuman, tanggal itu diperingati sebagai World Heritage Day (WHD). Diusulkan pertama kali pada 1982 oleh International Council of Monuments and Sites (Dewan Internasional Monumen dan Situs), setahun kemudian yaitu pada 1983, usulan itu disetujui secara resmi pada Sidang Umum UNESCO.
Tujuan WHD adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya warisan budaya umat manusia, dan melipatgandakan upaya untuk melindungi dan melestarikan warisan umat manusia. Indonesia yang memiliki banyak sekali warisan budaya dan tinggalan-tinggalan bersejarah yang merupakan benda cagar budaya, tentu ikut mendukung peringatan WHD.
Bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, WHD dialihbahasakan sebagai Hari Warisan Budaya Sedunia. Heritage dalam Bahasa Inggris, bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia memang berarti warisan. Sayangnya, sejak beberapa tahun terakhir ini, ada perubahan penerjemahan. Sejumlah pihak membuat terjemahan sebagai Hari Pusaka Sedunia. Padahal kata “pusaka” dalam Bahasa Indonesia bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris bukan berarti heritage tetapi heirloom.
Beberapa arkeolog tetap konsisten menggunakan kata warisan budaya. Namun masih ada yang tetap berdalih lebih baik menggunakan kata pusaka. Ada yang bilang, daripada menggunakan dua kata “warisan budaya” lebih baik satu kata saja, “pusaka”.
Satu hal yang pasti, daripada ribut-ribut mempermasalahkan penggunaan kata dan terjemahannya, mungkin ada baiknya bila energi para pelestari warisan budaya atau pusaka lebih difokuskan kepada upaya menjaga, merawat, memperbaiki, dan melestarikan warisan budaya yang ada. Soalnya sudah bukan rahasia lagi, makin lama makin banyak warisan budaya yang semakin terpinggirkan, tergerus, dan bahkan dihancurkan dengan sengaja.
Contoh yang paling mutakhir adalah foto yang dikirimkan dari Jawa Timur. Batu-batu bata lama dari situs bersejarah di Trowulan yang merupakan peninggalan masa keemasan Kerajaan Majapahit yang pernah berkuasa antara abad ke-13 sampai 15 Masehi, dengan seenaknya diangkut oleh orang-orang secara ilegal dengan menggunakan truk-truk. Hampir-hampir tak ada yang bisa melarangnya.
Sementara di Sumatera Selatan sempat ramai, tarian Gending Sriwijaya sempat ingin dihapuskan dengan alasan tidak sesuai dengan budaya orang Palembang sekarang. Untung kabarnya Gubernur Sumatera Selatan akhirnya marah pada Kepala Dinas Kebudayaan yang sempat melontarkan ide menghapus tari Gending Sriwijaya, sehingga tak jadi dihapus.
Juga tak kalah menyedihkan, peninggalan-peninggalan dari kapal-kapal kuno yang karam di perairan laut Indonesia. Banyak yang diambil secara ilegal dan hampir tak bisa diamankan. Bahkan beberapa waktu lalu sempat terjadi kasus ketika tiga kapal perang Belanda dari Perang Dunia II yang tenggelam di Laut Jawa, tiba-tiba kerangkanya sudah hilang. Seperti diberitakan Kompas.com tertanggal 18 November 2016:
“Belanda telah mengirimkan protes kepada Indonesia terkait dengan hilangnya bangkai kapal perang negara itu di Laut Jawa, yang tenggelam pada Februari 1942.
Media Jerman, Deutche Welle, dalam edisi Kamis (17/11/2016), melaporkan, Menteri Pertahanan Belanda Jeanine Hennis-Plasschaert telah melayangkan protes kepada Indonesia. Kementerian mengatakan, tiga kapal marinir Belanda tenggelam di Laut Jawa dalam pertempuran dengan Jepang pada Februari 1942.