Tulisan Aan Hartono yang berjudul “Antara Mayor Yoyok dan Mayor Agus” (baca lengkapnya di sini) memang pantas dijadikan artikel “Pilihan” oleh Kompasiana. Melalui artikel tersebut, kita dapat lebih mengenal bahwa di dunia yang serba hedonis dan banyak yang selalu ingin berkuasa, ternyata masih ada sosok Mayor Yoyok yang merasa cukup sekali saja menjadi Bupati Batang.
Sementara di tempat lain, orang berlomba-lomba menjadi penguasa daerah sampai dua kali, bahkan kalau bisa lebih seolah sampai seumur hidup. Setelah dua kali periode memimpin, lalu diusahakan agar istri atau anaknya yang menjadi pemimpin di daerah bersangkutan. Selanjutnya, diupayakan lagi supaya keluarga yang lain dapat ikut memimpin. “Politik dinasti”, begitu banyak diungkap para analis politik.
Tapi saya tak ingin membahas hal tersebut. Saya hanya sedikit tersentak dengan bagian akhir tulisan Aan Hartono tersebut. Di situ disebutkan, “Nyamannya naik pesawat kelas ekonomi dan bisnis ternyata sama. Hanya saat kita dalam penerbangan yang membedakannya. Ketika kita sudah sampai ditujuan, kita akan turun pada waktu dan tempat yang sama. Seorang penumpang kelas bisnis tidak diperkenankan membawa kursinya ketika telah sampai. Begitu pula penumpang kelas ekonomi”.
Memang, kalau soal membawa kursi ke luar pesawat udara tentu adalah hal tak mungkin. Bagaimana pula mencopot kursi yang terkait erat pada badan pesawat dalam waktu singkat, seperti singkatnya waktu yang diperlukan ketika setelah tiba di tujuan, kita mengambil barang bawaan yang disimpan di kabin pesawat untuk membawanya ke luar.
Tapi soal kenyamanan, jelas berbeda antara kelas ekonomi dan kelas bisnis di pesawat udara. Ini juga bukan soal gengsi, seperti di bagian akhir dituliskan Aan Hartono, “.... Keduanya sama-sama meninggalkan segala kenyamanan dalam pesawat.................. .. Gengsi..? ah sudahlah.. tanggalkan rasa itu.. gengsi juga hanya masalah rasa dan waktu”.
Harga tiket kelas bisnis pesawat udara memang jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga tiket kelas ekonomi, ada yang dua kali bahkan sampai tiga kali lipat. Tapi ini bukan soal gengsi, namun masalah kenyamanan. Apalagi kalau perjalanan dengan pesawat udara menempuh jarak sampai 5 jam atau lebih dan melewati berbagai zona waktu.
Itulah sebabnya, sejumlah perusahaan besar di Indonesia (mungkin juga di negara lain), mengizinkan karyawannya terutama dengan level manajer ke atas, untuk naik pesawat udara kelas bisnis bila melakukan perjalanan dinas lebih dari lima jam. Apalagi kalau misalnya dari Jakarta ke negara-negara di benua Eropa yang rata-rata ditempuh oleh pesawat udara antara 16-18 jam, atau dari Jakarta ke negara-negara di Benua Amerika yang waktu tempuhnya dengan pesawat udara rata-rata di atas 24 jam.
Bayangkan, betapa melelahkannya duduk di kelas ekonomi yang kursinya sempit dan jarak antara satu kursi dengan kursi lain amat terbatas, baik ke samping maupun ke depan dan belakang. Itulah sebabnya, kalau terpaksa naik pesawat kelas ekonomi dengan jarak tempuh lebih dari 5 jam, banyak yang memilih duduk di aisle (lorong). Paling tidak bisa melonjorkan kaki sejenak, walau harus hati-hati juga, karena setiap saat orang bisa lewat lorong atau pramugari dan pramugara lewat membawa kereta dorong berisi makanan.
Duduk Nyaman
Perbedaan utama antara kelas bisnis dan kelas ekonomi di pesawat udara memang dari tempat duduknya. Kelas bisnis, tempat duduknya jauh lebih nyaman. Ini sangat berpengaruh untuk perjalanan jauh dengan pesawat udara. Duduk di tempat yang lebih nyaman, membuat kondisi tubuh lebih fit. Sedangkan di kelas ekonomi, karena tempat duduknya sempit, membuat seseorang mudah mengalami apa yang dikatakan masyarakat umum “badan pegal dan kaku-kaku”.
Ini sebenarnya antara lain akibat terjadinya deep vein trombosis atau pembekuan darah di kaki. Belum lagi pundak dan punggung juga ikut terasa kaku dan pegal, karena terlalu lama duduk. Kalau dibiarkan hal ini dapat berbahaya. Untuk itulah, seperti sering disarankan oleh banyak tenaga medis di bidang penerbangan, usahakan melakukan peregangan dan sesekali berjalan-jalan di lorong pesawat.