Satu lagi bukti sejarah kepanduan Indonesia “muncul” di permukaan. Adalah sahabat baik saya, Djoko Adi Walujo, yang baru saja mengunggah dan memunculkan kembali bukti sejarah itu dalam akun Facebook-nya pada Minggu, 19 Februari 2017. Saya memanggilnya Kak Djoko, karena kami adalah sesama anggota dewasa dalam Gerakan Pramuka, dan setahu saya Kak Djoko juga merupakan salah satu pengurus Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Jawa Timur. Dalam kesehariannya Kak Djoko adalah Rektor Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Kakak yang ramah dan humoris ini, juga kolektor memorabilia atau benda-benda kenangan dan bersejarah kepanduan. Mulai dari masa kepanduan di Indonesia sebelum 1961, dan setelah berbagai organisasi gerakan kepanduan yang ada Indonesia dijadikan satu dalam Gerakan Pramuka sejak 1961. Memorabilia kepanduan dari luar negeri juga banyak yang dikoleksinya.
Koleksinya memang beragam. Mulai dari benda-benda filateli seperti prangko, kartu pos berprangko dan sebagainya, benda ephemera yang umumnya berupa lembaran-lembaran cetakan, mulai dari karcis atau tiket, struk belanja, kartu tanda anggota, dan sebagainya, benda numismatik seperti mata uang kertas dan logam serta medali-medali, sampai buku-buku kepanduan, dan bahkan seragam Pandu serta berbagai atributnya.
Siapa sangka, salah satu koleksinya yang difoto dan diunggahnya di akun Facebook-nya hari ini, merupakan salah satu bukti sejarah yang penting. Walau pun mungkin tak begitu disadari oleh Kak Djoko yang hanya menulis keterangan yang saya kutip sesuai aslinya, “Tanda anggota kepanduan JADOEL: Dikeluarkan di malang tahun 1949. Pemilik kartu anggota ini adalah Abdulmuthalib bin mahri. Ditilik dari penerbitannya dapat diapresiasi bahwa administrasi kepanduan saat itu luar biasa, bahkan kartu anggota ini dilegitimasi secara international. Alat legitimasi berupa materai yang dikeluarkan oleh international Boy Scout bureau”.
Belanda Kembali
Walaupun Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, namun kenyataannya Belanda tidak mau begitu saja melepaskan bumi Nusantara yang telah memberi keuntungan dari hasil buminya kepada Belanda. Itulah sebabnya setelah Jepang menyerah pada Perang Dunia II, Belanda yang tadinya menguasai Indonesia dengan nama Hindia-Belanda sebelum diusir balatentara Dai Nippon Jepang, berusaha datang kembali.
Selama ini, catatan sejarah kepanduan di Indonesia bisa dibilang tak ada atau kalau pun ada, hanya sedikit yang menyinggung kembalinya Belanda itu ke Indonesia. Catatan sejarah hanya menunjukkan bahwa setelah Indonesia merdeka, didirikan organisasi Pandu Rakyat Indonesia dalam Kongres Kesatuan Kepanduan yang diadakan di Surakarta, Jawa Tengah, pada 27 sampai dengan 29 Desember 1945.
Setelah Belanda kembali masuk ke Indonesia, revolusi fisik dimulai dan sampai terjadi dua kali Agresi Militer yang dilakukan pihak Belanda. Dari buku-buku sejarah sudah banyak diceritakan bagaimana Indonesia akhirnya terpecah, ada yang dikuasai oleh Republik Indonesia, tetapi sebagian masih dalam penguasaan dan pendudukan Belanda.
Catatan sejarah kepanduan hanya menyebut bahwa di daerah-daerah pendudukan Belanda, Pandu Rakyat Indonesia dilarang keberadaannya. Memang ada usaha-usaha segelintir tokoh Pandu Indonesia yang mencoba membentuk organisasi kepanduan berjiwa nasionalis Indonesia di derah pendudukan. Tercatat antara lain Kepanduan Putera Indonesia, Pandu Puteri Indonesia, Kepanduan Indonesia Muda, dan bahkan organisasi kepanduan yang dulu telah ada, Kepanduan Bangsa Indonesia atau lebih dikenal dengan singkatannya KBI, coba dihidupkan kembali.
Tetapi tampaknya tak mudah. Belanda begitu menguasai daerah-daerah pendudukannya, sampai dikabarkan organisasi kepanduan Belanda yang pertama kali masuk ke bumi Nusantara pada 1912 melalui seorang pegawai jawatan meteorologi, P. Joh Smits, yang kemudian diberi nama Nederlandsch Indische Padvinders Vereeniging (NIPV), coba dihidupkan kembali. Mantan pimpinan NIPV, GJ Ranneft, dipanggil kembali dari Belanda untuk membangun organisasi tersebut.
Namun catatan yang ada hanya itu. Tak ada penjelasan lebih lanjut, bahkan bukti-bukti bentukan baru NIPV itu sulit ditemukan lagi. Sampai hari ini, Kak Djoko Adi Walujo, mengunggah kartu tanda anggota seorang Pandu dari kurun waktu 1949.
Kartu tanda anggota itu bertanggal 25-12-1949 atau 25 Desember 1949. Dari catatan sejarah nasional Indonesia, diketahui bahwa tanggal itu sebagian wilayah Indonesia masih dikuasai Belanda. Pihak Belanda baru benar-benar menyerahkan seluruh wilayah Indonesia (kecuali Irian Barat atau sekarang dikenal dengan nama Papua) pada 27 Desember 1949, atau dua hari setelah kartu tanda anggota itu diterbitkan.