Lihat ke Halaman Asli

Berty Sinaulan

TERVERIFIKASI

Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

IAAI dan Upaya Satukan Langkah Organisasi Profesi Pelestari Cagar Budaya

Diperbarui: 13 Februari 2017   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Umum Pengurus Pusat IAAI, Junus Satrio Atmodjo (Kedua dari kanan, berbaju batik) menjelaskan tentang IAAI kepada Dirjen Kebudayaan, Dr. Hilmar Farid (membelakangi lensa). Foto: IAAI)

Direktur Jenderal Kebudayaan (Dirjenbud), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Dr. Hilmar Farid, menyambut baik upaya yang dilakukan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) dalam membantu pengembangan berbagai aspek pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya di Indonesia. Hilmar Farid juga mendukung upaya IAAI untuk menyatukan langkah organisasi-organisasi profesi pelestari cagar budaya, seperti Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI), Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), dan IAAI sendiri.

Hal tersebut dikemukakan Dirjenbud saat Pengurus Pusat IAAI yang dipimpin Junus Satrio Atmodjo sebagai Ketua Umum mengadakan pertemuan di ruang Dirjenbud di Komplek Kemdikbud Senayan, Jakarta, pada Senin, 13 Februari 2017 pagi. Ikut dalam rombongan IAAI adalah anggota Dewan Kehormatan Wiwin Djuwita Ramelan, Ketua Harian Berthold Sinaulan, Sekretaris Candrian Attahiyyat, Bendahara Lien Dwiari Ratnawati, dan Ketua Komisariat Daerah Jabodetabek Titi Surti Nastiti.

Dalam pertemuan tersebut, IAAI menjelaskan posisi organisasi profesi bagi arkeolog itu sebagai mitra pemerintah dan sumbangan organisasi pada penyusunan kebijakan pemerintah, seperti yang sekarang sedang disiapkan, yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebudayaan. Di samping itu, IAAI juga mengajak organisasi profesi pelestari cagar budaya, MSI, AAI, dan IAI, untuk mengembangkan bersama etika pelestarian.

Di samping itu, juga kemungkinan adanya konsorsium pelestarian cagar budaya yang terdiri dari para organisasi profesi bersama instansi dan lembaga pemerintah terkait. Seperti Kemdikbud, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Foto bersama Pengurus Pusat IAAI dengan Dirjen Kebudayaan, Dr. Hilmar Farid (mengenakan pakaian sipil lengkap/jas). (Foto: IAAI)

Kementerian yang disebut terakhir, KKP, dianggap penting untuk dilibatkan, karena masih banyaknya peninggalan-peninggalan masa lalu yang berada di bawah air. Hal ini sempat menjadi bagian diskusi cukup panjang dengan Dirjenbud, tentang penanganan temuan benda peninggalan masa lalu dari bawah perairan laut di Indonesia. Siapakah yang berhak menangani pengangkatannya, lalu bagaimana kerja sama dengan instansi lain, termasuk dengan TNI Angkatan Laut dan Kepolisian RI. Sekaligus bagaimana menentukan benda-benda mana saja yang harus menjadi milik negara dan diserahkan kepada instansi  yang berwewenang untuk kepentingan studi arkeologi.

Satuan Karya Pramuka

Pengurus Pusat IAAI juga melaporkan kemungkinan organisasi profesi tersebut dapat terlibat dalam kegiatan Satuan Karya (Saka) Widya Bakti Budaya, suatu kegiatan peminatan bagi Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun), yang merupakan kerja sama antara Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dengan Kemdikbud.

Di dalam Saka tersebut, terdapat sejumlah aktivitas yang berkaitan dengan cagar budaya dan permuseuman. Sebagai organisasi profesi yang banyak terlibat dalam aktivitas cagar budaya dan permuseuman, IAAI merasa senang bila dapat dilibatkan memberikan modul dan materi kegiatan untuk para Pramuka yang tergabung dalam Saka Widya Bakti Budaya. Suatu usulan yang disambut gembira oleh Dirjenbud.

Logo Satuan Karya Widya Budaya Bakti. (Foto: Kwarnas GP)

Di luar itu, IAAI juga menyampaikan kepada Dirjenbud, aktivitas menyiapkan rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang arkeologi. Sekadar informasi, SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan dan atau keahlian (skills) serta sikap kerja (attitude) yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nantinya bila SKKNI sudah selesai dan IAAI dapat membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi sebagaimana diatur oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), maka para ahli arkeologi dan semua pekerja yang terkait dengan bidang arkeologi, akan disertifikasi oleh IAAI. Hal ini dianggap perlu, agar dalam pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan arkeologi, memang dikerjakan oleh ahli-ahli yang standarnya sesuai dengan sertifikatnya.

Hal lainnya yang disampaikan Junus Satrio adalah rencana pelaksanaan Kongres IAAI yang akan diadakan di Bogor, Jawa Barat, pada 25-28 Juli 2017. Kongres adalah acara rutin setiap tiga tahun sekali. Di dalamnya, selain pemilihan ketua umum baru, juga ada Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA). Sebagaimana namanya, PIA adalah pertemuan ilmiah yang memberikan kesempatan kepada para anggota IAAI untuk menyajikan makalah ilmiah masing-masing.

Salah satu rapat IAAI. (Foto: Kompasiana)

Sampai saat ini jumlah anggota aktif IAAI mencapai sekitar 800 orang. Mereka umumnya adalah sarjana bidang arkeologi yang berasal dari sejumlah universitas negeri di Indonesia. Terutama Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana, dan Universitas Hasanuddin. Kini ditambah lagi dengan Universitas Jambi dan Universitas Halu Oleo.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline