Apakah yang paling saya kenang seusai menyaksikan 10 film finalis Festival Film Pendek Indonesia (FFPI) 2016 yang diselenggarkan KompasTV? Mengambil tema utama “Humanisme”, film-film karya para pelajar dan mahasiswa yang masuk final menyiratkan harapan tumbuh dan berkembangnya semangat toleransi, kesetiakawanan sosial, dan empati kepada yang terpinggirkan.
Hal itu segera membekas setelah menyaksikan film-film yang ditayangkan pada acara Final FFPI 2016 di Bentara Budaya, Jakarta, 20 Januari 2017. Sebanyak 5 film finalis kategori pelajar dan 5 film finalis kategori mahasiswa ditampilkan pada acara itu. Hadir pula para sineas muda tersebut yang sebagian didampingi guru dan dosen pembimbing mereka, juga dewan juri FFPI 2016 yang terdiri dari Makbul Mubarak, Ifa Ifansyah, Deddy Risnanta, dan Frans Sartono.
Membuka acara, Pemimpin Redaksi (Pemred) KompasTV, Rosiana Silalahi, menyambut baik festival yang diadakan bekerja sama dengan Universitas Media Nusantara. Rosiana Silalahi juga bangga dengan kehadiran para sineas muda yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa itu. “Film adalah cerminan masyarakat, produk suatu bangsa. Masyarakat dikenal dari film-film yang ada, dan upaya para sineas muda patut disambut hangat. Mereka adalah calon-calon sineas Indonesia di masa depan yang bakal membawa nama harum bangsa,” tuturnya.
Harapan menjadikan Indonesia lebih baik, antara lain lewat film dan tayangan-tayangan bermutu, juga diungkapkan Pemred KompasTV itu dengan mengutip kata-kata orang nomor satu di kelompok Kompas-Gramedia, Bapak Jakob Oetama. “KompasTV tidak boleh berhenti menumbuhkan harapan untuk bangsa ini,” demikian kalimat yang pernah diucapkan Jakob Oetama.
Untuk Bangsa
Kini, kehadiran film-film karya para finalis FFPI 2016, jelas telah pula menumbuhkan harapan untuk bangsa ini. Lihat saja, ketika pelajar berkisah tentang diskriminasi terhadap anak/cucu seorang mantan narapidana G-30-S PKI, atau bagaimana kehidupan di sebuah terminal bus kota, sampai kasih kakek pada seorang anak berkebutuhan khusus, yang dengan ikhlas merawat sang anak walaupun kehidupannya sendiri terbilang miskin.
Lihat juga, bagaimana para mahasiswa memotret kehidupan para nelayan di Teluk Jakarta, yang dipenuhi kesulitan hidup hanya untuk mencari makan sehari-hari, sampai bagaimana perilaku masyarakat modern yang setiap saat sibuk dengan jarinya bermain di atas telepon pintar, laptop, dan sejenisnya di dunia maya, sehingga lupa bersosialisasi di dunia nyata.
Secara lengkap, kelima finalis di kategori pelajar adalah film berjudul Izinkan Aku Menikahinya karya para pelajar SMA Rembang Purbalingga (Jawa Tengah), Terminal karya SMK Negeri 2 Kuripan (NTB), Kihung (Jalan Menikung) karya SMK Negeri 5 Bandar Lampung (Lampung), 2 Hari karya SMA Negeri 1 Muara Enim (Sumatera Selatan). Dan Mata Hati Djoyokardi karya SMA Khadijah Surabaya (Jawa Timur).
Sedangkan di kategori mahasiswa, film-fim yang masuk final adalah Different karya mahasiswa Universitas Bina Nusantara (DKI Jakarta), Merengguk Asa di Teluk Jakarta karya Universitas Negeri Jakarta (DKI Jakarta), I Love Me karya Institut Kesenian Jakarta (DKI Jakarta), Omah karya Sekolah Tinggi Multimedia MMTC (DI Yogyakarta), dan Di Ujung Jari karya Universitas Bina Nusantara (DKI Jakarta).
Kisah Kelam 1965
Pada kategori pelajar, sejak awal banyak penonton yang hadir pada final FFPI 2016 sudah menjagokan dua film, Izinkan Aku Menikahinya. Ternyata hal tersebut tak meleset, dewan juri memutuskan film itu menjadi Juara I. Ditambah dengan Juara Ii yang dimenangkan oleh film Mata Hati Djoyokardi dan Juara III yang diraih film Terminal.