Siang itu, saya bersama istri menikmati Hari Minggu di suatu pusat perbelanjaan di Bintaro, Tangerang Selatan. Memasuki suatu toko buku dan alat-alat tulis, mata saya tertuju pada sebuah buku berjudul “Gerakan Pramuka Mempersiapkan Generasi Muda”. Sebagai seorang yang sejak kecil bergabung dalam organisasi pendidikan bagi anak-anak dan remaja di luar pendidikan dalam lingkungan keluarga dan pendidikan di sekolah, tentu saja saya tertarik membuka-buka halamannya.
Baru sepintas, saya menemukan kesalahan yang berulang terjadi. Kesalahan pada penggunaan logo atau lambang kepanduan, baik dari organisasi kepanduan sedunia (World Organization of the Scout Movement/WOSM), maupun logo Gerakan Pramuka, kepanduan nasional di Indonesia saat ini.
Padahal buku tersebut diberi kata sambutan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, dan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Adhyaksa Dault. Tentu bukan kesalahan kedua pejabat itu, karena mereka mungkin hanya sekadar memberi sambutan saja dan belum sempat melihat bukunya secara lengkap.
Namun karena buku ini ditujukan bagi para Pramuka, khususnya peserta didik yang baru belajar mengenal gerakan kepanduan, penempatan logo (yang salah) itu dapat membekas dalam ingatan anak-anak. Sampai dewasa nanti, bila tidak diberitahu, bisa jadi mereka terus menyangka seperti itulah logo WOSM dan logo Gerakan Pramuka.
Kenapa saya sebut kesalahan yang berulang? Sesungguhnya, ini memang sudah berulang kali terjadi di banyak kesempatan dan melalui berbagai media termasuk di media sosial, dan saya pun – tentu yang lain juga – sudah berulang kali mengingatkan kesalahan semacam ini, agar segera diperbaiki.
Logo WOSM yang dicantumkan dalam buku itu sebenarnya adalah logo Scout Association (SA), organisasi nasional kepanduan di Inggris. Memang, Inggris adalah 'negara kelahiran' gerakan kepanduan sedunia. Melalui seorang purnawirawan Angkatan Darat Kerajaan Inggris, Robert Stephenson Smyth Baden-Powell yang kelak bergelar Lord dan namanya dikenal sebagai Lord Baden-Powell, ide pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar sekolah yang dilaksanakan sebanyak mungkin di alam terbuka lahir. Adalah Baden-Powell yang membawa 20 anak dan remaja dari Kota London untuk berkemah di Pulau Brownsea, tak jauh dari London, dalam suatu perkemahan sepekan yang dimulai 1 Agustus 1907.
Itulah cikal bakal lahirnya gerakan kepanduan di Inggris yang kemudian dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Saat ini tercatat ada 162 negara dan teritori yang memiliki organisasi nasional kepanduan, yang di Indonesia kini dikenal dengan nama Gerakan Pramuka.
Ketika membentuk gerakan kepanduan itulah Baden-Powell memperkenalkan logo atau lambang yang dalam Bahasa Perancis disebut “Fleur-de-Lys”. Ada yang menamakan sebagai bunga lili, dan bagian tengah yang menunjuk ke atas oleh Baden-Powell disebut sebagai arah mata kompas, suatu peralatan penunjuk arah yang kelak menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan kepanduan di mana pun.
Lambang itu kemudian menjadi lambang SA, dan belakangan WOSM mengadopsi pula dengan sedikit perubahan. Sayangnya, masih banyak yang menggunakan lambang atau logo SA itu dalam berbagai cetakan, dan dianggap sebagai logo WOSM. Padahal bila mau disimak sepintas saja, terlihat perbedaan terutama pada bagian bawah “Fleur-de-Lys” itu. Pada logo SA bentuknya datar merata, sedangkan pada logo WOSM berbentuk runcing ke bawah.
Kesalahan pada buku itu juga terjadi pada logo Gerakan Pramuka yaitu siluet Tunas Kelapa. Entah dari mana diambil gambar itu, tetapi yang jelas itu bukan logo siluet Tunas Kelapa yang resmi. Logo Tunas Kelapa yang resmi bagian akar (di bawah kanan) yang berbentuk lurus membulat, bukan terbelah dua seperti dalam buku itu.