[caption id="attachment_364556" align="aligncenter" width="560" caption="Di antara dua tokoh duta perdamaian sejati, Bunda Teresa dan Mahatma Gandhi. (Foto: koleksi pribadi)"][/caption]
Di antara sekian banyak aktivitas saya dalam Gerakan Pramuka, salah satunya yang saya jalani saat ini adalah menjadi Wakil Ketua Subkomite Manajemen Kepanduan/Kepramukaan kawasan Asia-Pasifik atau yang dalam Bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Asia-Pacific Region (APR) Scout. Saya terpilih sebagai Wakil Ketua Subkomite Manajemen APR itu pada Konferensi Kepanduan APR yang dilaksanakan di Dhaka, ibu kota Bangladesh, pada November 2012. Masa bakti saya adalah dari 2012 sampai berlangsungnya Konferensi Kepanduan APR di Korea Selatan akhir tahun 2015 ini.
Sebelumnya, saya sudah aktif menjadi anggota Subkomite APR sejak 1998. Pada masa bakti 1998-2001 saya menjadi anggota Subkomite Kehumasan (Public Relations) APR, yang diteruskan untuk masa bakti 2001-2004. Selanjutnya, pada masa bakti 2007-2009 saya menjadi anggota Subkomite Manajemen APR. Pada masa bakti 2009-2012 saya menjadi Wakil Ketua Subkomite Scouting’s Profile yang bidang kerjanya termasuk hubungan masyarakat dan informasi ke dalam serta ke luar organisasi.
Sebagai bagian dari Subkomite APR yang anggotanya terdiri dari berbagai negara, seperti Subkomite Manajemen APR sekarang dengan ketua dari Singapura dan dua wakil ketua masing-masing dari Indonesia dan Kepulauan Maladewa, maka tiap tahun kami mengadakan pertemuan untuk membahas secara langsung kemajuan kerja yang sudah diraih, evaluasi, dan program lain yang harus dilaksanakan.
Ketika akhir tahun lalu, diumumkan akan ada pertemuan pada awal 2015 di Kolkata (dulu disebut Kalkuta), India, saya menyambut gembira. Berarti ada kesempatan mengunjungi kediaman Bunda Teresa (Mother Teresa), penerima Nobel Perdamaian. Nama yang sudah amat dikenal di seluruh dunia.
Untuk mudahnya, saya kutipkan saja informasi mengenai Bunda Teresa dari Wikipedia Bahasa Indonesia sebagai berikut, “Bunda Teresa (Agnes Gonxha Bojaxhiu, lahir di Üsküb, Kerajaan Ottoman, 26 Agustus 1910 – meninggal di Kalkuta, India, 5 September 1997 pada umur 87 tahun) adalah seorang biarawati Katolik Roma keturunan Albania dan berkewarganegaraan India yang mendirikan Misionaris Cinta Kasih (bahasa Inggris: Missionaries of Charity) di Kalkuta, India, pada tahun 1950. Selama lebih dari 47 tahun, ia melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat, sementara membimbing ekspansi Misionaris Cinta Kasih yang pertama di seluruh India dan selanjutnya di negara lain. Setelah kematiannya, ia mendapat gelar beata (blessed dalam bahasa Inggris) oleh Paus Yohanes Paulus II”.
Dilanjutkan, “Pada 1970-an, ia menjadi terkenal di dunia internasional untuk pekerjaan kemanusiaan dan advokasi bagi hak-hak orang miskin dan tak berdaya. Misionaris Cinta Kasih terus berkembang sepanjang hidupnya dan pada saat kematiannya, ia telah menjalankan 610 misi di 123 negara, termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, lepra dan TBC, program konseling untuk anak dan keluarga, panti asuhan, dan sekolah. Pemerintah, organisasi sosial dan tokoh terkemuka telah terinspirasi dari karyanya, namun tak sedikit filosofi dan implementasi Bunda Teresa yang menghadapi banyak kritik. Ia menerima berbagai penghargaan, termasuk penghargaan pemerintah India, Bharat Ratna (1980) dan Penghargaan Perdamaian Nobel pada tahun 1979. Ia merupakan salah satu tokoh yang paling dikagumi dalam sejarah. Saat peringatan kelahirannya yang ke-100 pada tahun 2010, seluruh dunia menghormatinya dan karyanya dipuji oleh Presiden India, Pratibha Patil” (lengkapnya bisa dibaca di: http://id.wikipedia.org/wiki/Bunda_Teresa).
Sayangnya, karena ada kendala pribadi, saya tidak jadi ikut pertemuan Subkomite Manajemen APR di Kolkata. Saya hanya dapat melihat foto-foto dari beberapa teman yang mengunjungi kediamannya yang tampaknya menjadi salah satu daya tarik wisata di Kolkata. Untung juga, saya masih sempat mengikuti pertemuan dengan Skype. Saat pertemuan dimulai, saya memasang komputer jinjing yang terhubung dengan internet dan melakukan conference call dengan teman-teman di Kolkata.
[caption id="attachment_364557" align="alignnone" width="818" caption="Dalai Lama pun seorang duta perdamaian sejati. (Foto: koleksi pribadi)"]
[/caption]
Siapa nyana, beberapa bulan kemudian, saya akhirnya berkesempatan bertemu dengan Bunda Teresa. Di Museum De Arca yang terletak di Jalan Veteran, Yogyakarta, saya melihat ada patung Bunda Teresa. Di sebelahnya ada patung Mahatma Gandhi, yang juga berasal dari India. Mahatma Gandhi pun sama dengan Bunda Teresa, seorang pencinta damai. Itulah sebabnya Gandhi berjuang memerdekakan India tidak dengan kekerasan, tetapi melalui aksi-aksi damai.
Segera saja saya mengambil bendera Messengers of Peace (Duta Perdamaian), yang kini menjadi kegiatan utama dari kepanduan/kepramukaan sedunia. Saya pun berfoto dengan bendera itu di tengah patung dua tokoh perdamaian, Bunda Teresa dan Mahatma Gandhi.
[caption id="attachment_364558" align="alignnone" width="725" caption="Berfoto bersama patung Paus Johannes Paulus II, yang tentunya seorang duta perdamaian pula. (Foto: koleksi pribadi)"]
[/caption]
Bukan hanya itu. Di situ pun ada patung Dalai Lama dan Paus Johannes Paulus II. Keduanya pun bisa saya anggap sebagai tokoh perdamaian. Maka tak kurang di dekat kedua patung itu, saya pun berfoto dengan bendera Messengers of Peace. Mereka memang tokoh dan duta-duta perdamaian yang sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H