Lihat ke Halaman Asli

Berty Sinaulan

TERVERIFIKASI

Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Selamat Pagi Ki Hajar Dewantara

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14305369151168619001

[caption id="attachment_363967" align="aligncenter" width="553" caption="Bertemu dengan Ki Hajar Dewantara di Museum De Arca, Yogyakarta. (Foto: koleksi pribadi)"][/caption]

Selamat pagi, Ki Hajar Dewantara.
Kita pernah bertemu sekitar sepekan lalu di Yogyakarta, tepatnya di dalam Museum De Arca yang terletak di Jalan Veteran. Tak direncanakan sebelumnya, saya sempat menemuimu. Memang bukan fisikmu yang nyata, tetapi patung karya anak bangsa yang menggambarkan dirimu.
Saya juga sempat melewati Taman Siswa di "Kota Gudeg", tempatmu dulu menyebarkan paham pendidikan yang sesuai dengan kultur bangsa kita, "ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani". Slogan yang kemudian menjadi tata acuan pendidikan di Tanah Air.
Bukan cuma itu. Slogan tersebut juga menjadi bagian integral dari sistem pendidikan dalam lingkup Gerakan Pramuka.
Pramuka seperti kita ketahui bersama adalah gerakan pendidikan kepanduan nasional di Indonesia, yang tujuannya untuk mendidik anak-anak dan remaja menjadi manusia yang berguna bagi diri, keluarga, bangsa, Tanah Air, dan selalu bertakwa kepada Tuhan YME.

Dalam pelaksanaan pendidikannya yang berlandaskan pada prinsip dasar dan metodik pendidikan kepramukaan, ing ngarso sung tulodo (di depan memberi teladan atau contoh) menjadi bagian pendidikan untuk Pramuka golongan Siaga yang berusia 7 sampai 10 tahun, Mereka yang masih anak-anak perlu contoh nyata, dan Pembina Pramuka Siaga harus mampu memberikan contoh, bukan hanya lewat omongan, tetapi juga dalam perilaku sehari-hari.

Kemudian bagi Pramuka golongan Penggalang yang berusia 11 sampai 15 tahun, selain sebagian masih melaksanakan ing ngarso sung tulodo, juga ing madya mangun karso yang artinya di tengah membangun prakarsa dan kerja sama. Pembina Pramuka Penggalang harus mampu membangun prakarsa dan menumbuhkan kerja sama antaranggota Pramuka Penggalang, lewat sistem beregu.

Selanjutnya, bagi para Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pandega (21-25 tahun), Pembina Pramuka harus mampu melaksanakan tut wuri handayani, yang artinya di atau dari belakang memberi semangat dan dorongan. Sebagai remaja yang tumbuh menjadi orang dewasa muda, Pramuka Penegak dan Pandega memang tidak perlu harus dibimbing sekecil-kecilnya. Tetapi sebaliknya, Pembina Pramuka justru harus memberi kesempatan untuk para Pramuka Penegak dan Pandega untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan mereka sendiri. Kehadiran Pembina Pramuka sebaiknya sebagai pendorong atau pemberi semangat dari belakang.

Maka, sebagai Pelatih Pembina Pramuka dari Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Jakarta Timur, izinkan saya mengucapkan salam sekali lagi padamu , Ki Hajar Dewantara. Terima kasih telah memberi masukan berguna bagi kita semua, khususnya dunia pendidikan di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline