Lihat ke Halaman Asli

Berty Sinaulan

TERVERIFIKASI

Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pramuka, Industri Kreatif, dan Produk Dalam Negeri

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

142944087435675925

[caption id="attachment_411183" align="aligncenter" width="600" caption="Ini adalah desain calon badge kontingen Gerakan Pramuka ke Jambore Kepanduan Sedunia di Jepang, Juli 2015. Ini belum merupakan desain final, dan menurut informasi, masih akan ada beberapa perbaikan lagi. (Foto: Istimewa)"][/caption]

Mungkin kebetulan semata – walaupun bagi penganut aliran “tidak ada yang kebetulan di dunia ini” hal itu pasti memang “sudah diatur” dan bukan kebetulan – ketika baru saja Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka, Kak Adhyaksa Dault, mengajak para Pramuka untuk membantu mempromosikan produk-produk Usaha Kecil dan Menengah (UKM), bersamaan dengan itu terjadi perbincangan tentang badge. Lho, apa hubungannya dengan badge?

Bagi yang belum tahu, badge adalah lambang dari kain, ada yang dibordir atau hanya dicetak dan disablon saja. Di lingkungan kepramukaan atau kepanduan di seluruh dunia, badge adalah pelengkap penting bagi seorang Pramuka/Pandu. Badge dipasang di baju seragam Pramuka, dan di satu seragam saja ada cukup banyak badge yang dipasang. Mulai dari badge nama pemakai seragam itu, tanda lokasi, lambang daerah, tanda golongan, tanda pelantikan, tanda-tanda kecakapan khusus, dan banyak lagi.

Dalam perkembangannya, badge bahkan sudah menjadi koleksi tersendiri, dan kolektornya tersebar di seluruh dunia. Badge menjadi produk yang laku dijual, dan di lelang internet eBay, beberapa badge langka bahkan dijual dengan harga ribuan dolar.

Beberapa anggota Pramuka atau keluarga anggota Pramuka, membuka usaha memproduksi badge-badge tersebut. Sebagian lainnya, umumnya Pramuka golongan Penegak (16-20 tahun) dan Pandega (21-25 tahun), mengembangkan keterampilan kreatif mereka, dengan mendesain beragam desain badge yang menarik dan berwarna-warni.

Itulah yang menjadi perbincangan di kalangan sebagian anggota dewasa Gerakan Pramuka yang tergabung dalam group Whatsapp “Derap Pramuka” pada Minggu (19/4) siang ini. Awalnya, ada yang membahas mengenai desain badge yang menurut rencana akan dijadikan badge kontingen Gerakan Pramuka dari Indonesia yang akan berangkat mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia ke-23 di Jepang (baca juga: http://edukasi.kompasiana.com/2015/04/17/ke-jepang-ke-jepang-712978.html)

Ada yang mendapatkan informasi dari seorang teman di luar negeri, desain badge itu mirip dengan badge yang digunakan delegasi Gerakan Pramuka ke Konferensi Kepanduan Sedunia di Slovenia, Agustus 2014. Terutama desain burung Garuda-nya. Padahal, seperti diinformasikan, desain itu dibuat oleh orang di luar negeri, dan kabarnya dicetak pula di luar negeri. Ada yang mengatakan pembuat desain itu adalah orang Malaysia, ada juga yang bilang orang Singapura, seorang Pandu yang memang membuka usaha di bidang jasa pembuatan desain badge dan sekaligus memproduksinya.

Perbincangan menjadi meluas bagaimana kalau untuk badge kontingen ke Jepang, desainnya dibuat sendiri oleh perancang desain Indonesia dan diproduksi di Indonesia. Sekaligus membantu industri kreatif dalam negeri dan juga memberikan pesanan kepada produsen badge di Indonesia. Apalagi sebenarnya bila mengenai desain badge, Pramuka tak kekurangan orang yang mempunyai talenta di bidang itu.

Sejak diadakan 2011/2011, Indonesia sudah dua kali mendudukkan anggota Geraka Pramuka di posisi terhormat dalam lomba desain logo World JOTA-JOTI. JOTA adalah Jamboree On The Air atau jambore di udara dengan menggunakan peralatan amatir radio, dan JOTI adalah Jamboree On The Internet atau jambore di mana pesertanya saling terhubung satu sama lain dengan menggunakan peralatan gadget dan jaringan internet. Tiap tahun pada bulan Oktober diadakan JOTA dan JOTI sedunia. Sejak 2011/2012 diadakan lomba untuk mendapatkan logo World JOTA-JOTI. Pada 2013, seorang Pramuka Penegak dari DKI Jakarta, Agus Budi Utomo, meraih juara ketiga. Sedangkan pada 2014, Pramuka Penegak dari Jawa Barat, Taufik Umar Prayoga, menduduki posisi puncak sebagai juara pertama.

Persoalannya mungkin pada produksi badge tersebut. Belum cukup banyak produsen badge di dalam negeri yang mempunyai peralatan canggih seperti produsen-produsen badge di luar negeri. Bila menggunakan teknik bordir – meskipun sekarang sudah ada produksi bordir komputer – desainnya tidak bisa terlalu kecil, khususnya untuk tulisan. Sedangkan bila menggunakan teknik woven atau print, hasilnya tak terlalu bagus.

Di luar negeri, banyak produsen yang menggabungkan ketiga teknik tersebut, bordir, woven, dan print. Hasilnya memang badge yang lebih berkualitas. Selayaknya dipikirkan bila produsen badge di dalam negeri bisa bergabung, misalnya yang mempunyai mesin bordir komputer, bergabung dengan yang mempunyai mesin woven dan mesin print, tentu hasilnya akan lebih baik.

Semoga pada saatnya, kontingen Gerakan Pramuka dapat berangkat ke Jepang mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia dengan menggunakan badge yang desain dan produksinya dilakukan di dalam negeri. Mari kita sama-sama majukan industri kreatif dan produk barang dan jasa dalam negeri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline