Oleh: Bert Toar Polii
Olahraga bridge di Indonesia telah berkembang pesat dan menarik kaum pelajar/mahasiswa untuk menekuninya.
Ini berawal tahun 2002 ketika program Bridge Masuk Sekolah mulai diluncurkan.
Faktor lain yang menunjang. Telah ditemukan program mini bridge atau cara mengajar bridge sehingga tidak membosankan.
Mini Bridge itu adalah bermain bridge tanpa bidding sehingga mudah untuk mempelajarinya. Selain itu tanpa teori bertele-tele yang membuat bosan para pemain yang ingin menekuni bridge.
Kenapa? Karena melalui mini bridge pemain hanya diajarkan sedikit teori dasar selanjutnya bisa langsung bermain dan malah bisa langsung bertanding.
Namun sayangnya walaupun telah diterbitkan oleh PB Gabsi beberapa buku petunjuk dasar mengajar baik mini bridge maupun bridge hanya sedikit guru bridge atau pelatih yang menggunakannya saat mengajar.
Akibatnya banyak pemain paham bermain bridge tapi tidak mengenal aturan dasar dan konvensi dasar yang wajib diketahui.
Dulu memang sedikit bermasalah karena umumnya buku bridge berbahasa Inggeris dan harganya cukup mahal dan sulit dibeli langsung di toko buku karena tidak ada yang menjualnya di Indonesia.
Beruntung sekarang masalah ini sudah teratasi dengan banyaknya literature tentang bridge yang bisa didapatkan secara gratis di internet. Problem bahasa juga teratasi dengan adanya "google translate" yang memudahkan.
Penulis ingin membahas hal ini karena membaca protes seorang pemain yang mengikuti Pelangi Invitational Master Pairs beberapa waktu yang lalu.
Ia mengajukan protes karena jalannya penawaran yang terjadi di mejanya.
Papan 2/T/US
Barat Utara Timur Selatan
Pass Pass 1S //
Ia protes karena ternyata pegangan timur :
S 86543
H A832
D Q5
C K9
Alasan yang protes karena timur tidak memenuhi syarat untuk opening bid. Tentu saja protes ini tidak diladeni karena sesuai aturan dasar bridge pada tangan ketiga, sudah biasa pemain melakukan opening bid dengan point yang tidak memenuhi syarat untuk opening sesuai convention card.