Lihat ke Halaman Asli

Berthy B Rahawarin

TERVERIFIKASI

Belanda Vs Spanyol: 'Otak' Paul si Gurita, 'Iman' Mani si Beo, atau Kepastian ala Tokek?

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Paul si Gurita yang “warga negara Jerman” mendadak lebih tenar dari Kapten Panser Lahm atau pemain Jerman lainnya. Paul sementara dianggap mennyatakan dengan tepat bahwa Spanyol akan menang atas Jerman. Komentar berupa pujian hingga “ancaman” bahwa sebaiknya Paul dijadikan umpan “ikan Hiu” hidup sebagai reaksi pelampiasan senang dan kecewa.

Paul kayaknya ingin mengatakan kalau Spanyol menang Jerman, otomatis menjadi juara, atau dengan sendirinya juga akan menang atas Tim Oranye. Tetapi, Mani si Beo yang sangat pasti tidak kenal dengan “sahabat” peramal Paul, meramal Tim Oranyelah yang akan memboyong untuk pertama kali Piala Dunia itu ke Negeri Kincir Angin.

Agak mencengangkan bahwa dunia modern dengan pemikiran masyarakat sekuler kental seperti Jerman, Paul tiba-tiba dianggap sebagai “Ghost” atau “Spirit” (roh atau ghaib) yang memiliki daya ramal apa yang terjadi. Itu fenomena belaka yang menarik. Haruskah kita memahami Paul sebagai “ghoib” atau “akal-sehat” belaka?

Sebenarnya, bagi mereka yang bernalar sekuler, pertanda akan terjadinya sesuatu di “masa depan” atau “waktu kemudian” dapat dibaca dengan lebih instingtif oleh hewan secara lebih akurat. Seperti misalnya, bila terjadi gempa bumi, hewan memiliki naluri jauh lebih unggul untuk menentukannya. Mungkin dalam konteks inilah Paul dididik dan dilatih instinknya untuk merasa lebih dengan 'instink' lebih peka dan menentukan apa yang akan terjadi. Dalam hal ini cara pemikiran sekularisasi menghilangkan pemikiran mistis dalam tanggapan Paul si Gurita. Jadi, Paul hanya menentukan keadaan yang akan terjadi sesuai “fakta-fakta” empiris yang diterima “radar-hewani”-nya.

Sekarang, Mani si Beo, seperti diberikan Metro-TV, bahwa Mani berusia 13 tahun. Menurut Muniyappan, pemilik Mani, piarannya mampu menebak dengan jitu pemenang yang baru-baru ini berlangsung. Khusus laga final 12 Juli 2010, Mani memprediksi De Oranje memboyong pulang Trophy Jules Rimet.
Nah, kalau Paul atau Mani dikonfrontir “naluri-hewani”-nya tentang apa yang akan terjadi, karena hasilnya bertolak belakang, gugurkah “instink-sekuler-rasional” Paul ataukan “instink-sekuler-rasional” Mani? Atau, jangan-jangan Mani si Beo masih berada dalam bayang “instink-spiritual-irrasional” si Pemilik?

Jika, kita ingin bijak, orang-tua bijak masih menyisakan pesan ini: tanya pada Tokek. Ini bukan pesan orang tua untuk percaya pada makhluk ghoib bernama “Tokek”. Tokek hanyalah bentuk sindiran pada orang yang ingin mengetahui sesuatu yang belum ada hasilnya dan membiarkan apa yang terjadi nanti: que serra serra. Belanda kah, atau Spanyol kah? Kata Paul si Gurita, Spanyol. Kata Mani si Beo, Belanda. Tokek-tokek...

Proses rasional dalam spiritualitas, dan spiritualitas terbangun dalam hitungan-hitungan pasti dan rasional boleh dibuat dengan menghitung X Factor. Faktor X adalah pemilik dan penguasa baik ratio maupun spiritualitas. Apalagi, cuma Paul, Mani atau Tokek. Yang penting sportif dan happy...

Gambar: Paul si Gurita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline