Lihat ke Halaman Asli

Atas Nama Feminis-Marxis Kutolak Miss World 2013 di Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada seorang penceramah perempuan yang sering tampil di TV, saya lihat sekilas iklan ceramahnya dan berkata kurang lebih begini, "Perempuan sekarang jangan ribut soal persamaan gender, tapi kembali saja kepada al-Qur'an."

Kembali kepada teks, kembali kepada ortodoksi, senjata ampuh kaum agamawan dalam memerangi hal-hal yang mereka anggap menyimpang. Demikian pula baru-baru ini ketika santer tersiar bahwa Miss World 2013 akan diselenggarakan di Indonesia. MUI dan sejumlah ormas keagamaan buru-buru menolaknya dan dengan dalil yang didasarkan pada teks agama.

Namun, bukan cuma kalangan agamawan saja yang menolak acara ini, tetapi juga dari kalangan feminis yang sering disebut kekiri-kirian. Adapun saya sengaja memakai istilah feminis-marxis karena Karl Marx adalah pencetus utama penolakan terhadap ideologi kapitalisme yang melanggengkan konsumerisme dan komersialisasi.

Ya, acara Miss World adalah salah satunya di mana sistem kapitalisme ini telah meng-komersialkan tubuh perempuan dengan kemasan menarik serupa ajang kecantikan. Perempuan-perempuan bertubuh semampai dengan sepatu berhak tinggi yang mengangkat bokong mereka adalah dagangan acara tersebut, demi apa lagi selain demi memuaskan ego lelaki, memuaskan nafsu konsumtif mereka akan tubuh dan seksualitas perempuan.

Sementara itu, para perempuan yang mengikuti ajang-ajang kecantikan semacam itu, juga sengaja atau tidak, disadari atau tidak, terjerumus ke dalam sistem tersebut. Mereka merasa dengan mengikuti itu dapat menunjukkan eksistensi perempuan dibandingkan lelaki. Padahal, sesungguhnya mereka tengah "diperdagangkan", tapi bukan seperti di etalase-etalase kawasan "Lampu Merah" Amsterdam, melainkan dengan kamera, tepuk tangan, tour ke mana-mana, menjadi duta atas hal-hal yang mereka sendiri tidak menguasainya, dan ketenaran.

Itulah mengapa dalam hal ini, saya yang merasa sebagai seorang feminis marxis, seperti halnya kalangan agamawan--meski berbeda alasan dan tolak ukur, menolak penyelenggaraan Miss World 2013 di Indonesia.  Bagi yang setuju dan mendukung sih silakan saja. Ini dunia bebas, bukankah begitu? Tapi, dunia manusia tidaklah indah, akan selalu ada pertentangan di mana-mana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline