Lihat ke Halaman Asli

Berta Niken

Niken adalah Guru di salah satu Sekolah di Provinsi Lampung

Trikonsentris Pendidikan dan Relevansinya di Pendidikan Era Terkini

Diperbarui: 23 November 2023   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.Pribadi_penulis dan peserta didik 

Pringsewu_Kompasiana, Mendengar, melihat dan merasakan kejadian-kejadian di dunia pendidikan di Indonesia beberapa waktu terakhir ini,  bagi saya pribadi sebagai guru dan warga masyarakat merasa ngeri, serem, cukup menegangkan. Bagaimana saya tidak memiliki perasaan seperti itu karena dalam berita yang beredar  banyak kejadian mengerikan yang melibatkan peserta didik, wali murid dan guru di sekolah.

Misalnya mulai dari guru yang diberikan omelan tajam dari oknum wali murid, guru yang tidak dihargai oleh para oknum peserta didik, bahkan kejadian kejam dan mengerikan guru yang dipukul, dibacok, ketapel, peserta didik yang mati di kelas karena sebuah permainan yang dilakukan peserta didik, guru yang dipenjarakan karena pendisiplinan peserta didik dan banyak kejadian-kejadian lainya yang mewarnai berbagai warta berita.

Saya jadi ingin mengulik pemikiran Ki Hadjar Dewantara sang bapak Pendidikan Indonesia bahwa Kemerdekaan merupakan salah satu yang bisa menggambarkan pemikiran beliau.  Banyak pemikiran emas nya, ada satu hal dalam pemikiran yang perlu digaris bawahi, yaitu tentang trisentris pendidikan. Trikonsentris pendidikan, yakni keluarga, perguruan, dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dalam pendidikan.

Memang Ki Hadjar Dewantara hidup jauh-jauh hari dari masa sekarang ini namun pemikiran itu masih dan bahkan sangat relevan dalam dunia pendidikan saat ini bahkan yang akan datang. Tanggung jawab mendidik dan mengajar bukan hanya menjadi kewajiban guru di Sekolah (Perguruan) namun juga sinergi baik dari elemen lain yakni keluarga, dan masyarakat sebagai elemen Trikonsentris pendidikan itu sendiri.

Namun sepertinya banyak anggapan yang menuding bahwa gurulah yang paling bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang terjadi di sekolah. Padahal perlu kita ingat bersama dan merefleksikan diri kita bahwa pendidikan yang pertama dan utama adalah di keluarga/rumah peserta didik yang didampingi oleh orang tuanya. Waktu belajar di sekolah tidak lebih dari (sepertiga) waktu dalam sehari dan selebihnya dimana? ya di keluarga dan masyarakat.

Dari pengalaman penulis sebagai guru selama kurang lebih 20 tahun, peranan orang tua/keluarga memang sangat berperan dalam mendidik para peserta didik, dukungan positif dari wali murid menjadi solusi baik dalam menyikapi suasana dunia pendidikan dewasa ini. Namun tidak jarang wali murid yang kadang seolah tidak peduli dengan perkembangan anak mereka sendiri. Misalnya pemakaian seragam yang tidak sesuai dengan aturan sekolah, seperti rok yang terlalu pendek, baju ketat, penggunaan atribut yang tidak tepat dan lainya bukankah mereka berangkat dari rumah, dan  seharusnya orang tua dapat juga berperan aktif untuk mengingatkan anak-anaknya.

Pada Kegiatan belajar, orang tua pun seharusnya secara aktif mengontrol anak-anaknya apakah belajar dengan baik atau tidak. Bahkan alat-alat tulis yang seharusnya ada orang tua harus mengontrol dan menyiapkannya. Pengalaman penulis dalam kegiatan sehari-hari ada saja peserta didik yang berpakain tidak semestinya, alat tulis tidak ada, buku ketinggalan perilaku yang kasar dan kata-kata tidak senonoh sering diucapkan oleh oknum peserta didik dan menganggap sebagai hal yang biasa.

Mari kita refleksikan bersama salah satu hal yang menjadi penyebab banyak kejadian kekerasan di dunia pendidikan sekarang ini. Masihkah Trikonsentris pendidikan, yakni keluarga, perguruan, dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dalam pendidikan. Jika iya mari kita bangun kolaborasi efektif dan sinergis dalam 3 elemen tersebut. Kekerasan di sekolah bahkan menjadi hal genting sampai dikeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 46 Tahun 2023.  Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. perlu membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan, satuan pendidikan yang marak akhir-akhir ini.

Sebagai guru apalagi di era saat ini hanya nasehat yang berbuih-buih dan tidak bosan-bosanya disampaikan kepada para peserta didik hampir di sepanjang proses mengajar. Namun sekali lagi perlu dipahami bahwa pendidikan yang utama adalah di rumah, sehingga jika tidak ada peran aktif yang sinergis dari wali murid apalah daya nasehat dari seorang guru? Disini terlihat bahwa semua pihak mestinya saling bersinergi dalam memberikan lingkungan yang sehat dan merdeka terkait proses belajar mengajar, seolah bukan hanya dibebankan kepada guru saja.  Peserta didik memperoleh  pendidikan yang pertama dan utama di lingkungan keluarga/di rumah. Tugas utama keluarga adalah sebagai peletak dasar untuk  agama - moral dan karakter anak, Masyarakat dan Sekolah (guru) sebagai pendukung Pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline