Lihat ke Halaman Asli

Manusia Serigala

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita sering sekali mendengar adanya permasalahan-permasahan. Masalah kemanusiaan, masalah ekonomi, masalah politik, masalah pribadi, masalah antar teman, masalah rohani, dan lain-lain. Tapi pernahkah kita berpikir untuk memikirkan orang lain? Ada yang mengatakan manusia itu homo homine sosietus. Itu paham yang dipahami oleh salah seorang Indonesia, Jawa. Memikirkan makna dari kata-kata itu, yang berarti manuisa adalah sahabat bagi mahluk manusia lain. Saya jadi berpikir tentang orang yang memilki pandangan berbeda dengan orang Indonesia ini. Orang ini memilki sejarah hidup seperti apa sampai bisa berbicara manusia adalah serigala bagi orang lain. Serigala yang kita tahu adalah mahluk pemakan mahluk hidup lain. Tapi di sisi lain, kita lihat secara ilimiahnya. Setelah dilakukan penelitian tentang tingkah laku serigala, serigala ternyata hewan yang penyayang dan tidak membunuh teman-temannya. Mereka justru hidup dalam sebuah koloni dan saling berdampingan. Manusia apakah sama dengan binatang?

Dari berbagai sisi, manusia SANGAT SAMA SEKALI (menghiperbola) berbeda dengan hewan. Saya di sini tidak ingin menyebut binatang karena entah mengapa terdengar lebih buruk. Hewan dari sisi nafsu sama dengan manusia. Benar tidak? Nafsu makan, nafsu untuk merasa terpuaskan, dan nafsu untuk bersahabat. Namun, mereka tidak memiliki apa yang kita sebut sebagai hal yang PALING membuat manusia sempurna dibandingkan dengan hewan adalah AKAL (terdengar biasa karena kita sejak kecil sering dibeda-bedakan dengan binatang dari apa yang kita sebut dengan akal).

Hewan apakah memilki akal? Mereka punya instring. mereka hidup (mungkin) berdasarkan pada naluri dan nasfu, tapi manusia, hidup dengan mengandalkan yang lebih dari itu. Manusia memilki satu hal yang MUNGKIN PALING TIDAK BISA DIMILIKI oleh binatang, yaitu dusta. Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati, siapa tahu? Manusia memiliki kemampuan untuk berbohong, menutupi apa yang ada dalam hatinya seperti memakai topeng. Manusia bersandiwara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Entah itu berupa materi, atau kepuasan (pikiran), manusia tidak lepas dari berbohong. Saya akan ambil contoh:

Suatu hari teman satu sekolah mendapatkan nilai yang bagus. Sedangkan teman yang lain tidak begitu bagus. Ada perasaan iri dalam diri teman tersebut. Namun, mereka sahabat.

Dari cuplikan di atas, apakah teman satu sekolah tersebut secara terang-terangan berkata "aku tidak senang kamu dapat nilai yang lebih bagus dan dengan wajah yang jetek dia berjalan beriringan dengan temannya tersebut". Apakah salah hal tersebut terjadi? Mungkin manusia muda mengalaminya. Tapi manusia yang sudah menempuh banyak waktu tidak akan berbuat seperti itu. Itulah manusia.

Mungkin ada dari sebagian yang tidak setuju dengan tulisan ini, tapi ini hanyalah opini, tidak ada bukti autentik yang mendukung. Terima kasih  banyak sudah membaca.^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline