Lihat ke Halaman Asli

Sihir Ahok dan Kewarasan Publik

Diperbarui: 23 Maret 2016   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ahok sihir"][/caption]

oleh D Y S

Calon perseorangan itu sudah ada sejak pemilukada dilahirkan tahun 2008. Tak ada yg spektakuler tentang itu, seolah2 itu adalah temuan baru abad ini. Peluang itu dibuka untuk melakukan kanalisasi sosial politik, sebagai alternatif di luar jalur kepartaian. Dasarnya adalah hak untuk memilih dan dipilih yg merupakan fundamen dari sistem demokrasi. Di negara lain, sama seperti di Indonesia sejak 2004 tak ada satupun kepala daerah yg menonjol berasal dari jalur perseorangan. Lihat saja hasil investigasi Majalah Mingguan Tempo tahun 2010. Sepuluh Kepala Daerah yg dianggap "berpreatasi" itu semuanya dari parpol. 7 diantaranya justru berasal dari PDI Perjuangan. Itu FAKTA!!

Lalu tiba2 di tahun 2016 ini lahirlah sebuah kampanye yang canggih, produk marketing politik yg luar biasa hebat. Apa itu???

Ahok tiba-tiba ditahbiskan jadi Nabi baru untuk membersihkan partai2 politik yg dianggap sudah sangat kotor dan tak punya harapan. Ahok, yg nota bene adalah semurni-murninya "binatang politik" itu tiba2 di-branding dan dipasarkan sebagai seorang suci dari tanah yg dijanjikan.

Dengan segala atribut kemuliaan yg tak dapat disanggah bahkan menyerupai kultus! Orang lupa, Ahok yg melompat2 bak Sun Go Kong dari satu partai ke partai lainnya tanpa jengah. Memburu satu jabatan menuju jabatan lainnya adalah mantra yg diharapkan mampu membersihkan politik dan partai politik.

Bayangkan hanya 18 bulan setelah menjabat Bupati di Bangka Belitung, dia mencoba peruntungan menjadi Gubernur dan kalah. Lalu dia mencoba lagi menjadi calon Gubernur Sumut, tanah kelahiran istrinya...gaga l. Dia kemudian mencoba peruntungan menjadi anggota DPR RI, berhasil! Tapi hanya dalam 2 tahun, dia melompat lagi menjadi Wakil Gubernur DKI.

Saya sungguh sulit mencerna, bagaimana seorang politisi yg sepanjang karirnya sibuk mengejar jabatan dan melakukan pengkhianatan demi pengkhianatan terhadap partai2 dan para pemilihnya..... bisa dipasarkan sebagai seorang Nabi dgn tugas maha berat, menyucikan politik yg "kotor". Saya bingung bagaimana seorang politisi yg terang benderang penganut machiavelian, bisa jadi sosok tanpa noda. Benarkah dia virus baik yg disuntikkan oleh takdir ke dalam peradaban kita?

Bagaimana bisa, orang yg tak bisa setia pada perkara-perkara kecil akan punya kemampuan untuk setia pada perkara-perkara besar?? Frase ini saya ambil dari kitab suci, bukan omongan saya!

Ahok adalah anti thesa terhadap politik transaksional, politik mahar dan kapitalisasi jabatan publik oleh parpol. Konon begitulah mantra yg coba dicekokkan ke dalam batang otak pemilih DKI dan publik Indonesia oleh para rasul marketing Ahok nan canggih. Thesis ini rontok oleh pernyataan Ahok sendiri, bhw Ahok tak pernah dimintai mahar oleh partai2 yg mengusungnya jadi wagub dan akhirnya Gubernur DKI. Premis bhw partai sering menekan kepala daerah utk kepentingan ekonomi juga rontok oleh fakta bhw selama jadi Gubernur, Ahok di back up penuh oleh PDIP dalam menjalankan pemerintahannya dan melawan para begal anggaran DPRD.

Ok lah, ada segelintir partai atau aparatus kotor yg suka mencari keuntungan pribadi dari kepala daerah. Oleh karena itu Ahok memilih jalan perseorangan agar dapat bertarung secara independen(gak mekuar uang utk pemenangan) dan nantinya juga independen (tidak diperas) dalam memerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline