Lihat ke Halaman Asli

Romantika Historis dalam Bingkai Hari Santri Nasional

Diperbarui: 22 Oktober 2016   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUmber: beritadunia.net

Gegap gempita apresiasi atas ditetapkannya 22 Oktober sebagai hari santri Nasional oleh pemerintah melalui Keppres nomor 22 tahun 2015 nyaris semarak diseluruh Indonesia. Sekalipun pada mulanya menuai kontroversi; antara NU – Muhammadiyah. Dalam momentum ini, diselenggarakan agenda-agenda perayaan; Aneka lomba, kirab santri, upacara hari santri, dan berbagai varian kegiatan lainnya, tak terkecuali foto-foto twibbon berbingkai hari santri Nasional menjadi pemandangan aktual di medsos. Sungguh meriah.

ditetapkannya Hari santri Nasional pada 22 Oktober mengandung muatan historis yang sangat esensial dalam uraian panjang sejarah peradaban Nusantara. Tanggal 22 Oktober adalah hari dimana para Ulama Pesantren mengeluarkan Resolusi Jihad, sebuah fatwa tentang keharusan membela tanah air dari penjajah, yang terbukti menjadi inspirasi perjuangan membela kemerdekaan Bangsa. Dan Resolusi Jihad hanyalah sebagian kecil dari fakta-fakta tentang andil besar kaum pesantren dalam membangun peradaban Nusantara dalam berbagai aspeknya, utamanya dalam aspek pendidikan. System pendidikan ala pesantren sudah menjadi sistem pengembangan SDM Nusantara sejak ratusan Tahun sebelum kemerdekaan.

Dengan demikian, keputusan Presiden tentang ditetapkannya Hari Santri Nasional tidak sekedar sebagai apresiasi atas andil santri dan kaum pesantren melainkan juga dimaknai sebagai upaya untuk menampilkan orisinalitas serta faktualitas sejarah Indonesia itu sendiri. Tidak berlebihan kiranya apa yang ditegaskan oleh Inteletual Muda Muslim Indonesia, Bapak Ahmad Baso, dalam bukunya Pesantren Studies bahwa "... Kalau ada yg berbicara tentang bangsa ini, tentang kehidupan Bangsa Indonesia ini, tapi tidak melibatkan kehadiran pesantren, itu berarti a-historis. Artinya, mereka tidak sedang berbicara tentang bangsa kita, tidak sedang berbicara tentang nasib dan kepentingan kita, dan juga tidak sedang membicarakan masa depan bangsa kita; yang mereka bicarakan memang bangsa lain...".

Faktanya memang, sejarah kebangsaan kita terlalu banyak mengalami distorsi sesuai selera kekuasaan dari masa ke masa, sehingga tidak heran jika perjuangan serta andil besar kalangan pesantren dalam membangun peradaban kebangsaan nyaris lenyap dari muatan broadcasepengetahuan ke generasi Bangsa.

Oleh karena itu, keputusan Presiden tentang ditetapkannya 22 Oktober sebagai hari santri Nasional harus disambut sebagai angin segar dan titik awal dalam rangka mengembalikan orisinalitas romantika sejarah kebangsaan, sejarah orang-orang pesantren yang telah sejak lama membangun dialektika dinamis kolaborasi wawasan ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, supaya mampu menginspirasi para generasi pesantren dan generasi bangsa secara umum untuk senantiasa meneladani haluan prinsip para pendahulu dalam memaksimalkan kontribusi untuk pembangunan nasional.

Berangkat dari haal tu, berbagai macam agenda yang diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Santri harus tetap berorientasi pada upaya menampilkan romantika perjuangan kaum pesantren, memiliki landasan historis yang kuat, dan tidak terjebak pada perayaan-perayaan yang lalu lalang tanpa makna dan nyaris tidak memiliki bekas apa-apa. Bukan tidak mungkin dikemudian hari, peringatan hari santri dengan cara lomba makan krupuk, lari karung, dan lain-lain, sebagaimana agustusan, tapi jelas bukan demikian caranya menginspirasi para santri menelorkan Resolusi Jihad II sebagaimana 22 Oktober 1945.

Selamat Hari Santri 22 Oktober 2016

Oleh Mufti Shohib, Santri Pon-Pes Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

01.03/22/10/2016 Di ruang Ma’hadiyah




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline