Lihat ke Halaman Asli

Mekko, "Just Be Yourself"!

Diperbarui: 3 Mei 2019   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Catatan perjalanan ke Mekko bersama Om Bolang (vloger), Om Rizal (bloger) dan Om Valentinus Luis (penulis artikel tentang pariwisata di majalah Lionmag).

Sepasang motor bebek kami melaju menembus jalanan di Adonara, Flores Timur menuju Mekko setelah sempat nyasar karena memang tidak ada petunjuk jalan di sepanjang jalan utama selepas Witihama. Jalanan sudah cukup baik meski masih ada beberapa ruas jalan yang berkerikil dan berlubang. Sepanjang jalan, mata kami dimanja oleh pemandangan laut dari kejauhan dan hamparan kebun dan ladang petani yang menyisahkan tanaman jagung yang kuning mengering.

Ekspektasi saya tentang Mekko sangat dipengaruhi dengan tingkat popularitasnya, karena tak kurang dari media nasional seperti detiknews pernah mengabarkan tentang Mekko. 

Mekko yang saya bayangkan (khususnya di daerah pesisirnya), adalah kawasan padat penduduk, rumah-rumah berdempetan, aktifitas penduduk yang ramai serta hiruk pikuk aktivitas pariwisata yang kadang justru mengganggu pengunjung yang datang. 

Namun, kawasan pesisir Mekko justru yang hari ini saya kunjungi justru melawan ekspektasi saya. Kawasan ini nampak sederhana, lumayan sepi. Orang-orang beraktivitas layak biasanya; memelihara kambing dan melaut. Listrik pun belum menjamahi mereka. Tidak ada ikon-ikon atau tulisan megah yang menandakan bahwa di sini merupakan jalan masuk yang penting menuju pulau Mekko.

dokpri

Kami berhenti sejenak di sebuah persimpangan. Dua pohon asam besar berdiri mengangkang. Saya berjalan menuju sebuah kios kecil di samping jalan. Seorang remaja tanggung, bertelanjang dada duduk bersilah di tengah rumah sembari menikmati makan siangnya. 

Sepertinya dia baru saja pulang melaut karena bola matanya yang terlihat memerah. Dia tersenyum menyambut saya. "Om, ayo makan," sambutnya. "Oh iya, silahkan, silahkan," jawabku.  Sebuah kesederhanaan yang begitu toleran dan hangat.

Ketika kami menikmati makan siang kami yang sudah kami bawa dari rumah di sebuah lopo di pinggir pantai, seorang lelaki berumur sekitar empat puluh tahun menghampiri dan menyalami kami semua. Rambutnya disisakan panjang di belakang dan mengenakan sebuah topi kupluk, mirip vokalis grup musik Jamrud. Rock man!  

"Om mereka mau ke pulau kah? Biar saya antar," ucapnya begitu sopan, penuh senyum dan sederhana.  Lelaki yang bernama Hendri itu menawarkan jasa kapal motornya kepada kami, dan setelah tawar menawar harga, kami pun sepakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline