Lihat ke Halaman Asli

Catatan Harianku: Berry yang Campin dan Kawakan

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Tembakan blitz ramai ke arahnya, pria itu berjalan setengah berlari sembari dibentengi para pengawalnya.

Permisi ... jangan menghadang ... eh! Awas!

Cepat, dia keburu pergi ... nekat, nih ... mau gimana lagi?

Oh, dia disana ... Omygad! Omygad!

Nikahin aku ... nikahin aku....

Cepetan cyyiiiin....

Riuh suara orang-orang mengejarnya, berlomba-lomba melihatnya langsung, jika beruntung bisa dapat tanda-tangan dan fotonya. Siapakah dia? Laki-laki yang begitu dipuja-puja itu?

Aku memang tak banyak tahu soal orang terkenal karena terlalu sibuk ngurus anak-istri. Akhirnya aku menemukan artikel tentangnya di koran nasional, isi berita itu sebagai berikut:


Berry Budiman! Menciptakan Trend baru sebagai Idola

oleh Rojali*



Siapakah Berry Budiman? Pada awal kemunculannya ia dikenal sebagai seorang pujangga yang karyanya banyak diperdebatkan di media karena berindikasi me-revolusi kesusastraan di Indonesia, juga dikenal sebagai pengamat politik yang tajam (lebih tajam daripada SILET), dan ahli sosial-budaya. Tidak heran kehidupannya selalu dipenuhi derma dan membantu sesama.

Beliau juga seorang master bahasa dan pakar ekonomi lulusan Harvard University, disamping itu ia juara dalam hal rakit-merakit (khususnya mesin, bukan perahu rakit, lho). Dalam keseharian ia menyempatkan diri menikmati bola kaki, tidak heran ia dijuluki ”penganalisis-bola jempolan”, lebih analytically dari Bung Togel.

Yang belum banyak diketahui umum adalah side job-nya, ternyata ia bekerja sebagai kritikus film, selain itu juga mengepalai sanggar tari, wow! Tetapi tidak berhenti disana, ia juga mahir membuat lagu pun jago menyanyi, bakat yang sering ia tutupi dari kejaran wartawan infotainment.

Kerabat dan teman-teman dekat mengagumi kemampuan logikanya yang bernas, dan tutur katanya yang cakap. Ketika sedang berkumpul bersama ia selalu menjadi pusat informasi, apalagi ia pula jago berdikusi sehingga tidak tampak menggurui. Kepiawaiannya dalam menyikapi hidup berkesan andal, piawai menemukan solusi bagi permasalah orang lain, seakan tidak ada masalah yang tidak bisa ia selesaikan, mungkin pengaruh pengalamannya menjejaki asam-garam ketika kuliah di Amerika.

Banyak sekali kelebihan yang dimilikinya, misalnya, baru-baru ini ia membuka restoran sendiri (sekarang sudah berbintang tujuh) dan menjabat pula sebagai KEPALA ikan koki. Sungguh ia selalu unggul dalam berkompetisi, didukung tampang yang rupawan menjadikannya berdaya tarik tersendiri (11-12 dengan mantan aktor dan Wakil Bupati Banten jaman dulu: Rano Karno). Ah, kata orang tampang itu relatif, tak perlu dibesar-besarkanlah.

Seakan sengaja untuk memperpanjang kekaguman kita, ia kembali mengejutkan media, ternyata kemampuannya dalam mengelola sumber daya alam dan manusia yang ada adalah warisan genetik-nya sebagai keturunan bangsawan Rusia (Rawon Abramovich?), kabar burung juga berhembus mengenai hubungan kekerabatannya dengan Abomo, Presiden Amerika saat ini. Untuk yang terakhir, saya rasa hanya sebatas gosip saja, ’burung’ kok dipercaya! Tapi entahlah, siapa yang mampu menebak sepak-terjang seorang Berry Budiman itu.

Memasuki zaman yang pelik bin rumit binti sulit karena rajin dikompleks-komplekskan ini. Berry berang, ia menuntut Pemerintah yang semakin ’tega’ secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan nyuri uang dan hak rakyat. Ia nekat naik ’panggung’, menyikapi hal ini dengan cara maju sebagai prajurit pembangunan, pahlawan bagi aspirasi rakyat, dan kepentingan utamanya: membina pemuda yang ‘selalu merasa gagah dan tak pernah mau mengalah’ seperti potongan lirik lagu dari legenda dangdut Indonesia sepanjang-masa-dunia-akhirat: Haji Rhoma Irama. Tujuan beliau bersama organisasi perjuangannya (Laskar Nurani) adalah lugas, yakni menindas ketidakadilan. Luar Biasa!

Tetapi, masalah cinta-cintaan, ia bungkam. Karena selalu menghindar ketika ditanya masalah tersebut, kami pun putar-setir dengan mencari mantan-mantan kekasihnya yang berserak di kalangan sociality, selebritis, wanita karir dan parlemen, dalam hati kami berharap menemukan kelemahan beliau. Ternyata kesimpulan yang kami dapatkan adalah sama: kecewa untuk kesekian kalinya. Maya (bukan nama sebenarnya), seorang arsitek ternama, mantan kekasihnya yang ke-45 menilai Berry sebagai teknikus cinta, spesialis flirting berkaliber buaya, bukan buaya lokal melainkan buaya air asin dari Australia: Cassius. Semua ini berkat ia yang piawai menjaga emosi, istilah kerennya Emotional Quotient.

Dia, seorang professional muda, profesor psikologi, ilmuwan kimia nuklir. Seakan tak ada habis-habisnya. Satu-satunya pengakuan beliau yang kami mampu rekam langsung dari mulutnya adalah ketika ia mengaku sebagai ”tukang lukis pelangi”. (*)

Jakarta, ___ maret 2020

*Catatan Khayalan harianku.

Berry Budiman: Penghayal yang campin dan kawakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline