Lihat ke Halaman Asli

Pagi Mendekap Hati, Bukan Hati...

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

semalam, selepas kamu meninggalkanku

badanmu masih duduk di pikiran

apa maksudmu, kamu tidak penuh baik untukku?

bahwasanya aku pantas mendapatkan juwita yang lebih ayu darimu?

bohong! kamu tahu ’kan, aku tak pernah menuntut

bodoh! kamu pikir aku akan percaya begitu saja

*

hidup memanglah misteri

hibat,amor, renjana, asmara

cinta sejati tak senantiasa kamu raihkan

sebaliknya, cinta yang tidak kamu inginkan justru mendarat, merapat, singgah: memohon balasan

sama seperti kamu yang mencintai dia

tahukah kamu, dia tak pernah mencintaimu

atau, kalaupun sempat, tak akan melebihi cintaku

*

pagi datang memeluk hati

kubuka jendela kamar, embun pagi menyecap ujung hidungku

aku ingat dulu, ketika waktu masih begitu muda

ketika tidak ada kamu

bukankah hatiku acap bermain ke taman bunga

bukankah semangat hidupku bak nyala mentari

ah, apakah ini yang namanya cinta

membuat terlena, terbius, terhipnotis

*

mungkin kamu tidak menyukai puisi

sementara aku terus berpuisi

mungkin kamu suka rayuan, seperti rayuannya

sementara rayuanku ibarat daun gugur


*

aku tidaklah ingin mengakui: aku telah dipermainkan olehmu

aku tidaklah mengingat kenangan, ketika senyummu dan senyumku tak berpaut

surat darimu sampai dikirim merpati

kulipat, kubangun jadi perahu,

tak larat aku membacanya

kunaiki perahu itu, yang berornamen untaian kata (kata darimu)

dari balik dadaku, kuambil pisau yang pernah kamu tancapkan

aku ingin mengikis semua kata yang menempel diperahu ini

botol, kumasukkan dalam botol, kututup rapat.

air mata adalah danau, sungai, bahkan samudera

ia menyeretku ke tengah-tengah, dan gelombang adalah lembut

bagaikan rambut ibu yang tak lagi lurus seiring usia menua


*

disini!

ah, tidak... lebih jauh lagi, lebih dalam lagi

kukayuh perahu kertas ini.

disini!

tidak, jika tak jauh, nanti ia kembali lagi

*

ya, disini...

tepat kuletakkan ia di bawah mentari yang segera akan tenggelam

semoga, tak kutemukan lagi.

semoga tak kucari lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline