Lihat ke Halaman Asli

Soekarno dan Soeharto: Sebuah Perbandingan

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepertinya hari ini peringatan ulang tahun almarhum Presiden Soekarno yang ke-113, dan berarti dua hari lagi hari ultah Pak Harto, selain itu kebetulan beberapa hari ini ada diskursus mengenai wacana Prabowo memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto dan ini memberikan sebuah ide tulisan kepada saya untuk membandingkan dua presiden paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia, Soekarno (Bung Karno) dan Soeharto (Pak Harto).

Mempertimbangkan begitu banyak aspek yang harus diulas maka untuk mempersingkat artikel ini perbandingan keduanya akan dilakukan dalam bentuk pointers.

1. Walaupun menampilkan wajah egaliter namun dalam pemerintahannya, Soekarno menerapkan prinsip diskriminatif, tidak hanya di sektor ekonomi (program benteng); dan juga pendidikan dan kebudayaan (ada jatah sekian persen untuk warga yang dianggap pribumi dan sekian persen untuk nonpribumi; Tionghoa dilarang meneruskan sekolah di universitas pribumi, ini adalah dasar pendirian Universitas Res Publica oleh Baperki (sekarang Trisakti). Salah satu perlakuan diskriminasi ada pada Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1959 yang melarang orang asing berdagang dan Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia (SKBRI) yang memposisikan orang Tionghoa sebagai orang asing.

Pandangan Pak Harto tentang "masalah orang Cina" sebagaimana pidato tahun 1967 membuktikan bahwa dari awal Pak Harto ingin membuat sistem meritokrasi di Indonesia, bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama, dan karena itu tidak ada yang diistimewakan atau dimarjinalkan. Pandangan Pak Harto adalah sebagai berikut:

"Kita harus menarik garis yang jelas antara orang Cina dengan warganegara asing dan warganegara Indonesia keturunan Cina. Warganegara Indonesia keturunan Cina, meskipun ia keturunan Cina, ia adalah warganegara Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dengan warganegara Indonesia asli..."

Ada rumor sesaat setelah G30S/PKI bahwa gerakan ini didalangi oleh intel RRC, itulah sebabnya dari tahun 1965-1967 terjadi kerusuhan anticina di Aceh, Medan, Ujung Pandang, Surabaya dan Jakarta dan berusaha diredam oleh Soeharto dengan mendorong (bukan paksaan) kebijakan ganti nama ke nama "Indonesia" melalui Keputusan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/1966 tanggal 27 Desember 1966.

2. Korupsi di Indonesia bisa ditarik sampai ke koruptor terbesar zaman Orde Lama, yaitu partai bentukan Soekarno: PNI (sekarang menjadi PDIP). Kerajaan ekonomi politik PNI dipusatkan pada badan induk: Yayasan Marhaen dan Bank Umum Nasional/BUN. PNI mendirikan BUN tahun 1952 dan memanfaatkan posisi kader PNI di pemerintah untuk mengembangkan BUN, misalnya dikeluarkan aturan untuk mendepositokan dana ke BUN; tahun 1953, Yayasan Persediaan Perindustrian (pemegang monopoli cengkeh dan kain katun terbesar saat itu) diperintahkan mendepositokan dana sebesar Rp. 6 juta; Yayasan Administrasi dan Organisasi harus transfer Rp. 4juta dan BNI harus transfer ke BUN Rp. 20juta; dan lain-lain.

Selama zaman Soeharto, Golkar sebagai mesin Orde Baru tidak melakukan kegiatan bisnis atau kegiatan lain yang memberikan keuntungan Golkar, hal tersebut baru mulai terjadi setelah Pak Harto melakukan peralihan kepemimpinan di Golkar dari militer kepada sipil seperti Habibie; Akbar Tanjung; Ginanjar Kartasasmita; Harmoko, dll, yang mana sipil baru berkuasa sepenuhnya setelah Soeharto tumbang ketika Akbar Tanjung sebagai Ketua Umum Golkar mengkampanyekan "Golkar baru."

3. Sektor ekonomi dan perdagangan sepanjang Orde Lama sangat buruk, contoh kebijakan moneter pemerintah pada Agustus 1959 malah membuat seluruh deposito di bank di atas Rp. 25.500 kehilangan 90% dari seluruh nilainya; akumulasi kapital era orde lama sangat sulit tumbuh, misalnya tahun 1959 Omar Tusin membangun Bank Pembangunan Swasta dengan modal 1juta dolar, karena inflasi tinggi dan kebijakan yang salah tahun 1966 nilai aset merosot tinggal 5% dari investasi semula; SDA daerah lain disedot ke Jakarta oleh Soekarno (alasan munculnya PRRI/Permesta); hyper inflasi sebesar 660% dengan puncaknya tahun 1966 mencapai 1.130%; sektor seperti pertambangan, industri, bangunan, perdagangan, jasa sama sekali tidak bergerak, mati semua; Indonesia jadi pengimpor beras; hutang luar negeri US 4miliar; kas negara kosong; pertumbuhan ekonomi minus 5% pada tahun 1966; BUMN tidak ada guna, bobrok semua; Indonesia menjadi negara paling dibenci di Asia Tenggara dll.

Tahun 1969 Soeharto berhasil menaikan ekonomi Indonesia dari minus 5% tahun 1966 menjadi plus 12% tahun 1969; selanjutnya pendapatan perkapita Indonesia meningkat hingga 3 kali lipat; dari tahun 1969 Indonesia masih menjadi negara pengimpor besar terbesar di dunia dan tahun 1989 kita berhasil berswasembada beras dengan produksi 25,8juta ton; meningkatkan usia harapan hidup dari 56 tahun menjadi 71 tahun di tahun 1991; menurunkan tingkat kemiskinan dari 60% di tahun 1966 menjadi 10% di tahun 1995; mengembangkan banyaak BUMN strategis (PT PAL; PT IPTN; PT Pindad; PT INTI; PT Krakatau Steel; PT Telkom; PT Indosat); Indonesia adalah negara paling dihormati di Asean dan Australia dan bahkan mantan Perdana Menteri Australia menyebutnya sosok ayah.

4. Hampir semua teman seperjuangan yang mendukung Soekarno memulainya dengan rasa kekaguman luar biasa karena terkesima oleh kharismanya namun rata-rata berakhir menjauhi setelah melihat dengan mata kepala sendiri siapa monster di balik sosok sebenarnya dari Pemimpin Besar Revolusi tersebut dan segera pergi dari sisi Soekarno selamanya, sebut saja Mohammad Hatta; Roeslan Abdulgani; Yap Thiam Hien; Soe Hok Gie; Muhammad Natsir; Mohammad Roem; Soetan Sjahrir; Mochtar Lubis; Subadio Sastrosatomo; HJC Princen; AH Nasution; Soemitro Djojohadikusumo; Alex Kawilarang; Soeharto; Ventje Sumual; Sultan Hamengkubuwono IX; Zulfikli Lubis; TB Simatupang; Jenderal Besar Soedirman; istri-istrinya dan lain sebagainya. Saking bencinya rakyat kepada Soekarno sampai banyak orang mau membunuhnya, termasuk mantan loyalis seperti Zulfikli Lubis yang melempar granat ke arah Soekarno padahal Zulfikli adalah orang yang pernah membantu Soekarno melawan AH Nasution dan klik angkatan darat pada peristiwa 1952. Bila sekarang Soekarno masih dipuja maka hal tersebut adalah sosok Soekarno hasil pengkultusan, dan bukan Soekarno yang sebenarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline