Korupsi adalah suatu bentuk ketidakjujuran atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau suatu organisasi yang dipercayakan dalam suatu jabatan kekuasaan, untuk memperoleh keuntungan dengan cara melanggar hukum positif yang menyalahgunakan kekuasaan jabatan demi keuntungan pribadi seseorang atau kelompoknya.
Dalam konsep bernegara, korupsi adalah tindakan pencurian atas segala sesuatu yang bukan miliknya dengan cara menggunakan kekuasaan jabatan publik yang disandang untuk mendapatkan kesempatan pencurian itu.
Maraknya kasus Korupsi, Pungli, Tindak Pidana Pencucian Uang yang ditangani KPK beserta pemerintah belakangan ini, bukan semata disebabkan oleh para Pejabat Eksekutif yang diisukan timpang dalam pelaksanaan pemerintahan sebagaimana di goreng dan diviralkan oleh lawan-lawan politiknya untuk menciptakan kebencian rakyat terhadap pemerintahan terpilih, dan untuk mengalihkan simpati masa kepada mereka.
Namun kasus-kasus ini lebih disebabkan terbukanya kesempatan untuk menciptakan pencuri-pencuri uang rakyat berskala pejabat publik yang tidak pernah kapok mencuri uang rakyat walau sudah dibui.
Adanya pejabat yang telah dibui disebabkan pencurian uang rakyat yang dilakukan, namun setelah bebas ia masih bisa kembali menjadi anggota Legislatif sebagai anggota badan Tinggi negara yang katanya mewakili rakyat, adalah bukti yang tak terbantahkan bahwa mereka tidak jera melakukannya.
Cikal bakal kasus-kasus penyimpangan yang terjadi berawal semenjak ditandatanganinya maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 di Jakarta oleh Wakil Presiden saat itu, Bung Hatta.
Yakni tentang himbauan pemerintah agar dalam negara Indonesia didirikan Partai Politik Sebanyak-banyaknya sebagai media rakyat Indonesia untuk berperan dalam proses berbangsa dan bernegara.
Maklumat ini direspon dengan cepat:
-Tanggal 7-8 November 1945, Kalangan umat Islam yang mendirikan partai Majelis Syura Masyarakat Indonesia (Masyumi)
-7 November 1945 didirikan Partai Komunis Indonesia (PKI)
-8 November 1945 didirikan Partai Buruh Indonesia (PIB), dan Partai Rakyat Jelata (PRJ)
-10 November 1945 berdiri Partai Kristen Indonesia (PARKINDO), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI)
-20 November 1945 berdiri Partai Rakyat Sosialis (PRS).
-8 Desember berdiri Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI)
-17 Desember 1945 berdiri Partai Marhaen Indonesia (PERMAI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
Setelah terbangunnya sistem multi Partai itu, Indonesia tak pelak dari pertikaian antar partai politik yang masing-masing memiliki idiologi dengan misinya, berusaha merebut kekuasaan tunggal partainya dalam pemerintahan negara Indonesia.
Ada terhitung 25 kali bongkar pasang Kabinet pemerintahan pada awal-awal masa sistem multi Partai, dan berulangkali keruntuhan Kabinet itu dilontarkan dan dibidani oleh partai-partai oposisi yang ingin kekuasaan pemerintahan beralih kepada Partainya.
Pertikaian itu terus mewarnai kehidupan politik bangsa Indonesia hingga hari ini dengan berbagai cara. Kaum oposisi yang kalah dalam pertarungan Pemilu berusaha menjatuhkan partai pemenang pemilu, bahkan menggembosi Pemerintah dari dalam kabinet yang karakter Partai nya sebenarnya adalah oposisi. Cuma malu-malu kucing untuk menyatakan keseberangan idiologi partainya dengan partai pemenang pemilu karena ingin menohok pemerintah berkuasa laksana para senator Romawi dengan tokohnya Brutus yang menikam Julius Caesar hingga tewas.