Lihat ke Halaman Asli

Bernorth M

Volunter, Penulis, Pengembang Aplikasi

Habibie dan Mimpi 100 Juta Kaum Muda

Diperbarui: 16 September 2019   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : IG Langit Batak melalui Intisari Grid

SDM unggul yang berdaya saing tangguh adalah cara progresif menghadapi tantangan global yang saat ini berpacu dengan inovasi teknologi

Saya masih ingat betul siaran langsung Televisi Republik Indonesia ( TVRI) tahun 1995 yang menampilkan penerbangan perdana uji coba pesawat N-250. Saat itu, pikiran anak-anak saya heran, mengapa pesawat di Indonesia mesti ada ujicoba bahkan di siarkan televisi ? Padahal , jelas-jelas sudah ada pesawat komersil yang sering saya lihat juga di televisi, majalah dan berbagai koran, mampu tinggal landas dan terlihat  sepertinya lebih besar pula.

Di kemudian  hari, beranjak remaja, saya baru sadar bahwa ternyata Prof. Habibie yang selalu saya anggap "lucu" ketika tampil di televisi, apalagi ketika di tanyai wartawan. Mendengar gaya bicaranya yang ke bule-bulean serta logat yang tidak biasa terdengar dengan mata bulat ( sepertinya terlihat selalu bersemangat karena bulat terbelalak ) adalah seorang jenius aeronautika yang di akui dunia, sekaligus merupakan salah satu pria dari luar pulau Jawa dan bukan pula dari suku Jawa, menjadi orang nomor wahid bangsa ini. 

sumber gbr : Money Kompas

Dunia semesta alam pikiran bocah sayapun akhirnya mengagumi tokoh dari pulau Sulawesi ini, bahkan ketika guru bertanya di sekolah, apakah cita-cita saya, saya selalu ingat akan pesawat terbang adalah Habibie, dan Habibie adalah pesawat terbang. Dengan suara pelan ( karena malu di tertawakan teman sekelas ), Saya menjawab : " ingin menjadi Astronot". Saya ingin " terbang " melampaui cita-cita rata-rata anak kampung dan teman sepermainan, yang ingin menjadi dokter, tentara, guru. Terbang bersama mimpi "raksasa" Habibie yang menjadi realitas.

Tahun 2030, generasi saya, yang sering di sebut dengan generasi milenial, akan meledak menjadi 90 hingga 100 juta jiwa. Energi kaum muda ini tersebar di seluruh propinsi. Itu artinya, akan terbuka sebuah daya ungkit dalam membangun daerahnya. Jumlah generasi kaum muda tersebut adalah "golden key" sekaligus "gold generation" bonus demografi. Ratusan juta generasi muda akan bersaing dan berkontribusi lebih progresif dengan kreatifitas, inovasi, gagasan dan karya masing-masing. Syaratnya hanya satu, " Berani terbang dengan mimpinya".

Namun, kita tentu saja patut awas dengan gejolak resesi yang riaknya pelan-pelan mulai menggelegak ke permukaan. Faktor eksternal perang dagang antara negara "Panda" dan Paman Sam, sepertinya tidak akan mampu "jinak" dalam waktu dekat. Belum lagi, pada tahun ini, tingkat pengangguran cukup tinggi di negara kita yang mencapai 6,82 juta jiwa. Bagai anomali, pengangguran tersebut justru banyak di huni oleh generasi muda terdidik  ( diploma & sarjana ) yang mendekati angka 900 ribu jiwa. Generasi muda yang seharusnya produktif tersebut, bukan tidak mungkin, jika terus berlanjut di tambah lagi dengan faktor eksternal, negara kita yang kurang dari 11 tahun lagi mengalami puncak bonus demografi, justru akan terjerembab dalam jurang bencana demografi karena tidak mampu meningkatkan produktivitas.

Tentu saja kita tidak dapat menyalahkan keadaan dan berserah diri pada bantuan asing, seperti pada tahun 1998 yang hingga hari ini masih menyisakan hutang-hutang masa lalu, sehingga menghambat kegesitan negara dalam memenuhi amanat undang-undang dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Impian mulia tersebut, bukanlah sekedar utopis jika para policy maker, berani mengambil rencana strategis untuk mendahulukan memajukan potensi sumber daya manusia ( SDM ) yang memiliki daya saing tangguh menghadapi gejolak perubahan zaman  dengan mengadaptasi inovasi teknologi ke berbagai sektor.

Generasi muda bangsa ini sesungguhnya punya potensi untuk mengadaptasi perkembangan inovasi teknologi dengan lebih agility karena akses infrastruktur sudah cukup baik dan sangat jauh berbeda pada era tahun 70-an hingga 90-an saat Habibie melaksanakan proses eksekusi impiannya. Tinggal sekarang, bagaimana keberanian dan kreatifitas generasi  muda menyiasatinya. Seperti yang pernah di sampaikan Thomas L. Friedman dalam buku terkenalnya The World is Flat bahwa dunia sekarang sudah semakin "datar" karena memiliki kesempatan yang sama dan itu di sebabkan akses informasi digital sehingga membentuk sebuah komunitas global mudah untuk saling berkolaborasi.

Mr. Crack dengan teorinya, sudah membuktikan mimpinya terwujud bahkan mendapatkan pengakuan dunia. Seorang bocah dari daerah "antah berantah", dengan kerja keras yang keluar dari cangkang kenyamanan dan kehilangan ayah masa remaja. "Jatuh, Perih, Kesal !" melintas samudera hingga kembali "sakti" dengan jiwa besar membangun bangsa. Di atas sana, mungkin dia akan menunggu, 100 juta generasi pemberani untuk bersama mengikuti sumpahnya. Am Anfang sind die Schritte klein, aber dei Trume bleiben immer gross. Pada permulaan langkah itu memang kecil, tetapi mimpi-mimpi selalu tetap besar.

www.bonusdemografi.org

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline