Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial---solidaritas, di mana perannya di tengah komunal adalah sebuah representasi dari alam pikirannya. Manusia mampu menciptakan perannya menjadi mencolok di tengah komunitasnya.
Peran mencolok ini memberikan garis kuasa dalam menentukan haluan---hendak di bawa kemana arah tujuan pengikutnya. Karena pikirannya memiliki pola, daya tindak dan gairah yang bertumbuh, manusia berusaha mewujudkan ambisi pribadi .
Santrock dalam Desmita (2010: 258), mengatakan bahwa perkembanagn moral adalah semua yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengengenai apa yang harusnya dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi dengan orang lain. Anak dilahirkan tidak memiliki moral (imoral), tetapi memiliki potensi moral yang siap untuk dikembangkan.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa perkembangan moral merupakan proses perkembangan kepribadian individu selaku anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Ketika individu mulai menyadari bahwa ia merupakan bagian dari lingkungan sosial dimana ia berada, bersamaan itu pula individu mulai menyadari bahwa dalam lingkungan sosialnya terdapat aturan-aturan, norma-norma atau nilai-nilai sebagai dasar atau patokan dalam berperilaku. Keputusan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan norma yang berlaku dan nilai yang dianutnya itu disebut moralitas.
Selai itu, kita sadar diri kita terdiri dari jiwa dan raga, raga sering kita perhatikan baik untuk menjaga kebugaran maupun kesehatan. Berbagai suplemen dan multivitamin kita perhatikan. Itu tidak salah. Itu sangat bagus karena merupakan bagian dari ibadah, dimana kita bisa mensyukuri nikmat-Nya dengan menjaga dan merawat setiap pemberian-Nya, selama semua diniatkan semata-mata untuk ibadah dan syukur pada-Nya.
Ada satu hal yang sering kita lupakan, yaitu kebutuhan spiritualitas yang sering kita abaikan, jangankan memperhatikan gizi masukan, kadang kita tidak mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, bahkan untuk mengenalpun sering tak dihiraukan, padahal spiritualitas adalah aspek yang sangat penting sama pentingnya dengan menjaga kebugaran dan kesehatan ragawi.
Spiritualitas adalah suatu sikap hidup yang memberi penekanan pada upaya penyatuan diri dengan suatu kekuatan yang lebih besar dari individual, suatu cocreatorship dengan Tuhan (Booth dalam Desmita, 2010: 265).
Telah kita ketahui bersama bahwa manusia terdiri dari dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi harus dipenuhi kebutuhannya. Ketika sesorang mengalami penyakit, kehilangan dan stres, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan kebutuhan spiritual. Dengan kata lain apabila satu dimensi terganggu, maka dimensi yang lain akan terganggu.
PENGERTIAN MORAL
Rohman (2009: 129), mengartikan moral sebagai adat istiadat, kelakuan, akhlak, ajaran kesusilaan, dan tata cara dalam kehidupan. Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh Purwadarminto dalam Sunarto, dan B. Agung Hartono (1999: 169), bahwa moral adalah ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Moral merupakan kebutuhan penting bagi individu, yaitu sebagai pedoman menemukan identitas diri, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang terjadi (Desmita, 2010: 262).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa moral adalah semua yang menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia, yang dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H