Lihat ke Halaman Asli

bernardus Jebatu

Guru SMA Santo Antonius Jakarta

Dari Mereka, Aku Belajar Banyak Hal

Diperbarui: 4 Juni 2024   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 sumber gambar: Dok. Pribadi

Dari Mereka, Aku Belajar Banyak Hal

Oleh: Bernardus Jebatu, S.Ag

Tak terasa sudah 19 tahun saya bergumul dengan panggilan hidupku sebagai seorang pendidik di sebuah Lembaga Pendidikan Katolik yang bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Katolik Leo Dehon. Saya sudah bertemu dengan banyak wajah, kalau dihitung kira-kira 3000 wajah. Setiap tahun, ada yang dating dan ada yang pergi, baik itu pergi untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi maupun pergi selamanya dari dunia. Tahun 2005, Ketika pertama kali bergabung dengan komunitas pembelajar SMA Santo Antonius, saya bertemu dengan beberapa teman-teman guru senior yang berpengalaman. Mereka bercerita tentang suka duka menjadi seorang guru. Mereka Sudah belasan tahun mengabdikan diri di SMA Santo Antonius Jakarta. Awal mula saya merasa galau dan pesimis dengan pilihanku menjadi guru, ketika senior-senior saya membagi pengalamannya sebagai seorang guru. Rasa pesimisku perlahan-lahan memudar dengan munculnya pertanyaan bahwa kalau senior-seniorku ini tidak bahagia menjadi guru kenapa tetap bertahan sampai saat ini? Jawabannya sederhana, karena cinta. Jadi ingat lagu yang dinyanyikan oleh Joy Tobing saat dia memenangkan final indonesia Idol tahun 2004.

Pertama kali masuk di SMA Santo Antonius tahun 2005,  saya termasuk guru yang masih muda dan belum berpengalaman dalam mendampingi para peserta didik. Ada keraguan di dalam diriku, apakah benar saya bisa menjadi seorang guru? Ketika tamat dari perguruan tinggi saya tidak memiliki niat sedikitpun untuk menjadi seorang guru. Mengapa demikian? Karena saya merasa bahwa menjadi seorang guru merupakan sebuah pekerjaan yang sulit. Selain itu pekerjaan menjadi guru bukanlah pekerjaan favorit dari segi kesejahteraan. Kata guru saya dulu, kalau mau jadi orang kaya jangan jadi guru. Kata-kata itu terus terngiang di telingaku. Apa yang dikatakan guruku ada benarnya juga karena banyak guru-guruku waktu masih SD, SMP dan SMA hidupnya sangat sederhana bahwa sekian tahun menjadi guru masih tinggal di rumah kontrakan.

 sumber gambar: Dok. Pribadi

Sebelum saya bekerja sebagai pendidik SMA Santo Antonius, saya pernah bekerja di perusahan swasta yang bergerak di bidang Trading. Selama setahun saya bergumul dengan benda-benda mati dan sedikit berkomunikasi dengan teman-teman kantor karena mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Pekerjaan sebagai kepala Gudang sekaligus sebagai admin mengharuskan saya untuk setiap waktu berada di Gudang untuk mengecek stok barang dan menyiapkan barang-barang yang akan dikirim ke customer Perusahaan. Pekerjaan yang cukup melelahkan tentunya. Dari sisi penghasilan cukup lumayan menjanjikan, namun terkadang sangat jenuh dalam menhadapi pekerjaan sehari-hari.

sumber gambar: Dok. pribadi

Dalam kejenuhan itulah saya mendaptkan tawaran untuk guru di SMA Santo Antonius. Informasi tersebut saya dapatkan dari seorang teman kos. Ia menawarkan kepada saya apakah saya mau menjadi guru di SMA Santo Antonius . Pada saat itu saya tidak langsung memberikan jawaban karena masih bingung mau opindah kerja atau tidak. Lalu saya sampaikan bahwa saya akan coba untuk membawa lamaran dan persyaratan lainnya. Setelah melihat ijazah dan transkrip nilai saya, ibu Rosye Rini Herawati selaku kepala sekolah meminta saya untuk besoknya langsung mengajar karena guru yang lama akan keluar dan berpindah ke tempat lain. Pada saat itu saya menjawab saya belum bisa karena saya masih terikat dengan pekerjaan yang lama. Setelah saya berpikir Panjang, saya memutuskan untuk mengajukan pengunduran diri dari tempat kerja yang lama dan siap bergabung dengan SMA Santo Antonius.

Beberapa teman guru merasa heran dengan Keputusan saya meninggalkan perusahaan tempat saya bekerja. Menurut mereka, bekerja di perusahaan menjanjikan untuk masa depan saya, buat apa menjadi guru. Gajinya kecil,  terkadang diomelin oleh orangtua, murid-muridnya  terkadang susah diatur, dan beberapa hal-hal lain yang membuat saya ragu dengan pilihan saya menjadi seorang guru. Namun seiring dengan perjalanan waktu saya mulai enjoy dengan pekerjaaan saya karena ada beberapa guru muda yang berbarengan dengan saya masuk di SMA Santo Antonius yang selalu berdiskusi dan membagi pengalaman tentang suka dukanya menjadi seorang guru.Terima gaji pertama kali jadi guru sangat kecil pada saat itu karena menjadi guru honorer. Saya dibayar perjam mengajar setiap bulan. Angkanya di bawah satu juta. Dengan gaji yang minim saya berusaha mengatur keuangan saya dengan seketat mungkin supaya bisa mencukupi untuk satu bulan.

Dua tahun menjadi guru honorer dan dua tahun menjadi calon pegawai tentunya waktu yang Panjang bagi saya untuk hidup dengan uang yang pas-pasan. Namun meskipun demikian saya tetap menjalankan tugas pelayanan saya sebagai seorang guru. Nilai-nilai luhur Dehonian: love, compassion, readiness, sacrifice menjadi inspirasi bagi saya dalam mengajar. Saya tahu bahwa kalau saya terus bekerja di Perusahaan pasti saya sudah bisa membeli mobil sendiri dan ruamh yang bagus. Jalan yang saya pilih adalah berlayar bersama para murid di lautan luas untuk menemukan cita-cita dan harapan mereka. Kalau dihitung dengan angka kurang lebih ada ribuan siswa yang pernah saya didik sudah melajutkan studi ke perguruan tinggi dan bekerja. Beberapa dari mereka masih sering bertemu dengan saya karena se paroki dengan saya. Gaya salaman mereka sama seperti dulu Ketika mereka masih menjadi murid. Terkadang mengingat Kembali masa-masa mereka sekolah dulu dan guru-guru yang pernah mendidik mereka dulu.Pengalaman mereka tidak ada bedanya dengan pengalaman saya Ketika menjadi murid.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline