Lihat ke Halaman Asli

bernardus Jebatu

Guru SMA Santo Antonius Jakarta

Mengapa Sikap Moderasi dalam Beragama Sangat Penting?

Diperbarui: 17 Mei 2024   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Dokumen Pribadi

MENGAPA SIKAP MODERASI DALAM BERAGAMA SANGAT PENTING?

Judul tulisan ini  merupakan tema besar yang di sampaikan Dr. Abd Aziz, SS., M.Pd.I Dosen Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta dalam kegiatan Bimtek Pengembangan Konten Moderasi Beragama bagi Guru Agama dan Guru Madrasah di Lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2024. Pada tulisan saya sebelumnya saya memaparkan tentag pentingnya sikap toleransi beragama. Toleransi menjadi salah satu sikap yang harus dibangun dalam menggalakan toleransi dalam hidup beragama.

Pertanyaan mendasar mengapa sikap moderasi Beragama sangat penting? Menurut Dr. Abd Aziz, SS., M.Pd.I, ada beberapa alasan yakni, pertama: menguatnya pandangan, sikap, dan perilaku keagamaan eksklusif yang bersemangat menolak perbedaan dan menyingkirkan kelompok lain. Kedua, tingginya angka kekerasan bermotif agama yang disebabkan pandangan, sikap, dan cara beragama yang eksklusif. Ketiga, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI. Keempat, berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem), yang mengesampingkan martabat kemanusiaan.

 sumber gambar: Dokumen Pribadi

Dalam kehidupan sehari-sehari seringkali  terjadi bias kognitif, hal ini tentunya yang harus kita waspadai. Bias Kognitif adalah bias sistematis dalam memandang dunia dan kehidupan pada sistem berpikir kita. Ia akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang muncul dari cara orang memproses informasi. Bentuk-bentuk bias kognitif: 1. Egocentric Memory: mengingat bukti yang menguatkan pendapatnya dan melupakan bukti yang tidak mendukung pendapatnya 2. Egocentric Myopia: melihat sesuatu hanya dari sudut pandangnya 3. Egocentric Righteousness: menganggap diri paling benar/hebat 4. Egocentric Hypocrisy: menerapkan standar ganda kepada orang lain 5. Egocentric Oversimplification: terlalu menyederhanakan masalah 6. Egocentric Blindness: tidak memperhatikan bukti yang berlawanan dengan keyakinannya

Bagimana cara mengoreksi pemikiran seperti ini? 

Egocentric memory: kecenderungan alamiah seseorang untuk 'melupakan' bukti dan informasi yang tidak mendukung pendapat dan 'mengingat' bukti dan informasi yang mendukung pendapatnya. 

Cara Mengoreksinya: sengaja mencari bukti dan informasi yang tidak mendukung pendapatnya dan secara eksplisit mengarahkan perhatian kepada bukti dan informasi ini. Ketika mencoba kemudian tidak menemukan bukti dan informasi tersebut, asumsikanlah bahwa proses mencarinya belum dilakukan secara benar. 

Egocentric myopia: kecenderungan alamiah seseorang untuk berpikir 'absolutist' dalam sudut pandang yang sangat sempit, hanya dari sudut pandang dirinya. 

Cara Mengoreksinya: secara rutin berpikir dengan sudut pandang yang berlawanan dengan sudut pandangnya. Misalnya, kalau Anda sebagai aktivis, coba berpikir sebagai pemerintah; kalau Anda sebagai wakil pemerintah, coba berpikir sebagai aktivis; kalau Anda sebagai pengusaha coba berpikir sebagai pekerja, begitu sebaliknya, dan seterusnya. Ketika Anda belum menemukan prasangka-prasangka pribadi dalam proses ini, tanyakanlah apakah Anda sudah jujur untuk mencobanya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline