Lihat ke Halaman Asli

Bernaliza fuad

Berselancar

Indonesia Swasembada Garam:  Realita Vs Harapan

Diperbarui: 28 Oktober 2015   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah lebih kurang 17.500 pulau dan luas laut sekitar 5,8 juta km2. Dengan kata lain wilayah Indonesia didominasi oleh lautan atau tiga per empat wilayahnya merupakan lautan dan sisanya adalah daratan secara otomatis Indonesia pun dianugerahi garis pantai yang sangat panjang, tercatat Indonesia memiliki panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.

Terdiri dari gugusan kepulauan yang terbentang sepanjang garis Khatulistiwa, memiliki wilayah lautan luas dan garis pantai yang sangat panjang merupakan merupakan anugerah tak terhingga dari Tuhan yang diberikan kepada bangsa ini. Sehingga banyak pihak yang menganggap bahwa bangsa ini dapat mencukupi segala kebutuhannya sendiri.

Berkaitan dengan wilayah laut yang luas dan garis pantai yang sangat panjang banyak pihak pula yang menilai bahwa bangsa Indonesia mampu mencukupi kebutuhan garam dalam negeri sendiri (swasembada garam). Sehingga pemerintah pun melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan kebijakan moratorium impor garam dalam rangka memproteksi para petambak garam lokal.

Setiap kebijakan pastinya akan menuai pro dan kontra dari berbagai stakeholder, baik masyarakat, industri/pengusaha, petambak/produsen garam lokal dan pemerintah sendiri.

Untuk itu mari kita telaah kembali apakah kebijakan tersebut tepat untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri ataukah sebaliknya kebijakan justru menjadi back firing effect bagi kepentingan yang lebih luas.   

Bukan Jaminan

Memiliki garis pantai terpanjang di dunia bukan jaminan petambak garam bisa memproduksi garam dengan kuantitas dan kualitas tinggi. Indonesia hanya 60-80 ton/Ha. Sementara itu di Australia bisa menghasilkan garam 350 ton/hektar. Kemudian muncul pertanyaan "mengapa produktivitas garam rakyat rendah?"

Banyak kendala garam rakyat masih sulit dikembangkan di Indonesia. Pertama, Indonesia memiliki humiditas (kelembapan udara) yang cukup tinggi yaitu di kisaran 60-70. Sementara itu, di Australia kelembaban udara sekitar 20-30%.

Kedua, Indonesia mengalami musim kemarau yang relatif pendek yaitu berkisar 4 s.d 5 bulan pertahun. Meskipun di Indonesia bagian Timur musim kemarau dapat mencapai 7 s.d 8 bulan pertahun,  Namun wilayah tersebut produktivitas garam belum digarap dengan optimal.

Ketiga, Kepemilikan lahan tambak garam yang terlalu kecil. Rata-rata hanya 0,5 sampai dengan 5 hektar per petambak, dengan penataan petak pemurnihan dan petak kristalisasi yang tidak memenuhi persyaratan. Selain itu pola produksi petambak garam lokal yang masih individual dan cenderung tidak terintegrasi.

 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline