Lihat ke Halaman Asli

Diva Berlian Maahirah

Mahasiswi Communication.

Review Film "Dua Garis Biru"

Diperbarui: 1 Januari 2021   01:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film yang tayang pada 11 Juli 2019 berjudul "Dua Garis Biru" berdurasi 103 menit ini diperankan oleh Angga Yunanda sebagai (Bima), dan Zara JKT 48 sebagai (Dara). Film ini ditulis dan disutradarai oleh Gina S. Noer.

Film tersebut diproduseri oleh Starvision Plus yang menceritakan tentang kisah romansa pasangan SMA bernama Dara dan Bima. Berawal dari pertemanan yang akhirnya diputuskan untuk pacaran. Kehidupan asmara yang penuh dengan gelak tawa, hingga akhirnya romantisme terekspresikan secara berlebihan di usia mereka.

dgb-5fee127c8ede4828eb5d2572.jpeg

Film Dua Garis Biru bercerita tentang hubungan terlarang pasangan muda bernama Bima dan Dara. Singkat cerita, Dara mengetahui bahwa dirinya hamil dan menceritakan kepada Bima. Kisah perjuangan mereka melawan kehamilan di bawah umur sangat emosional, karena dibungkus sangat nyata tentang bagaimana sahabat, masyarakat dan keluarga ketika menghadapi masalah seperti yang dialami oleh Dara dan Bima. Di sisi lain, karakter Dara yang dikenal sebagai anak berusia 17 tahun yang cerdas di sekolahnya juga dilatarbelakangi oleh kehidupan keluarganya dengan status sosial ekonomi dan sosial yang tinggi. Tokoh bima, adalah seorang anak laki-laki berumur 17 tahun yang dianggap bodoh, karena nilainya selalu kurang baik. 

Film Dua Garis Biru mengajari kita betapa pentingnya pendidikan seks, untuk menghindari hubungan cinta yang tidak sehat. Di sisi lain, peran orang tua sangat penting dalam mendidik dan menjaga lingkungan anak. Relasi memang sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap manusia dalam hidup. Namun dalam sebuah hubungan cinta kita perlu berhati-hati dalam mengkomunikasikan segala sesuatu yang positif dan negatif agar kita dapat terhindar dari hal-hal yang seharusnya tidak perlu terjadi. Pelajaran moral yang dapat ditarik dari film ini adalah, ketika menghadapi konflik yang parah, kita perlu berkomunikasi dengan baik dan perlu bersabar untuk memahami kekecewaan yang ditimbulkan.

dgb-5fee128b8ede482896671d24.jpg

Karakteristik Bima dan Dara yang menonjol membuat mereka belajar seberapa efektif komunikasi orang dewasa mereka dan bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Semua konflik sudah diperhitungkan dan bagaimana mereka bisa melakukannya dengan baik. Sebagai orang tua, keluarga Bima dan Dara menanggapi masalah tersebut secara nyata dan berhasil memunculkan perasaan penonton tentang emosi amarah dan kekecewaan yang ditunjukkan. Terkadang semua masalah kita perlu menyiapkan keputusan opsional. Selain itu, Dara dan Bima juga selalu berusaha terbuka dan jujur satu sama lain, agar semuanya bisa diselesaikan dengan baik.

Film ini juga diisi dengan dua cara berbeda dalam menghadapi masalah. Sikap keluarga Bima dan Dara berbeda dengan tingkat sosialnya, sehingga lebih banyak perlawanan dari keluarga Dara. Padahal keluarga Bima lebih rela melepaskan apa yang telah terjadi. Di film ini juga bisa disaksikan, keluarga Bima yang lebih mementingkan agama. Keluarga Bima menganggap bahwa yang terjadi adalah ujian dari Tuhan. Padahal keluarga Dara dengan status sosial yang tinggi lebih mementingkan kekuatan dan kekuatannya dalam menangani konflik yang ada. Mereka hanya memikirkan nama pribadi dan keluarga. Sehingga mereka memutuskan untuk memberikan bayi tersebut kepada Keluarga Bima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline