Pembuktian kasus dugaan korupsi BLBI terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung memasuki babak baru. Dalam dua minggu terakhir, tim pengacara terdakwa SAT berhasil menghadirkan saksi-saksi yang memberikan pandangan dan pembelaan yang baik dari sisi Syafruddin Temenggung.
Bukan hanya meringankan, saksi-saksi ini bahkan mengatakan dengan lugas bahwa apa yang dilakukan SAT sudah sesuai fungsinya yang saat itu memiliki mandat sebagai Kepala BPPN. Berikut beberapa fakta dari persidangan BLBI dua minggu terakhir yang saya rangkum.
Pertama, keterangan Mantan Ketua Perbanas Sigit Pramono yang disampaikannya dalam sidang BLBI dua minggu lalu, mengatakan BPPN sendiri dianggap sebagai lembaga yang tidak memperhatikan untung rugi atas dana BLBI yang disalurkan dalam krisis 1998.
Sebab, tujuan utama badan ini dibentuk adalah melakukan penyehatan perbankan. Sasarannya, bank-bank yang terkena dampak krisis. Jika dalam dunia human resources kita mengenai KPI sebagai indikator mengukur kemajuan sasaran organisasi, KPI BPPN adalah penyelesaian dan penyehatan bank-bank bermasalah.
Kedua, dikutip dari Jawapos Bambang Kesowo, Mantan Menteri Sekretaris Negera (Mensesneg), Kabinet Gotong Royong hadir menjadi saksi meringankan untuk terdakwa SAT di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16/8) mengatakan Megawati menyetujui penghapusan utang PT Dipasena.
"Persepsi saya setuju. Karena beliau memaparkannya setelah institusi memberikan pandangan (Ketua KSSK: Dorojatun Kuntjoro Jakti dan Kapolri)," kata Bambang Kesowo. "Ketika presiden mengatakan 'baik itu dilaksanakan', Kata-kata seperti itu ya, ini kan sangat didominasi oleh gaya (komunikasi) presidennya," lanjutnya. Menurut Bambang, sidang itu diagendakan bukan atas permintaan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan bukan dalam rangka penyelesaian kewajiban BLBI BDNI, tapi atas usulan aparat keamanan sebagai antisipasi untuk menjaga tidak meluasnya gejolak sosial saat itu.
Keterangan Bambang Kesowo ini senada dengan keterangan yang disampaikan SAT di sidang-sidang sebelumnya. SAT, melalui kuasa hukumnya berargumentasi penghapusan utang PT Dipasena sudah disetujui Megawati dalam rapat kabinet.
Namun, rentetan pengadilan BLBI selanjutnya selalu menampakkan usaha KPK untuk membuktikan bahwa SAT menyalahi kewenangannya. Atau, minimal SAT mengambil keputusan sesuai kewenangannya tapi tanpa dasar hukum yang jelas atau cacat administrasi sehingga tidak sah demi hukum. SAT terus jadi "bulan-bulanan" KPK.
KPK terus mendorong asumsi SAT mengeluarkan SKL tanpa persetujuan Megawati. Namun, Keterangan Bambang Kesowo membawa titik terang. Jika penghapusan utang PT Dipasena sudah disetujui Megawati, apa alasan SAT tidak mengeluarkan SKL?
Ketiga, sejauh ini, yang tampak dengan jelas KPK selalu mengatakan yang bertanggung jawab dalam adanya kerugian negara adalah BDNI---karenanya yang bertanggung jawab adalah Sjamsul Nursalim. Tetapi, dalam persidangan, Yusril berhasil menunjukkan dokumen-dokumen (termasuk klausul dalam MSAA) yang mengatakan bahwa utang petani tambak Dipasena itu dijamin oleh PT DCD, bukan dijamin oleh Sjamsul Nursalim dan bukan pula dijamin oleh BDNI.
Keempat, masalah misrepresentasi tidak lepas jadi sorotan. Dikutip dari Liputan 6 Prof. Nindyo Pramono, Guru besar hukum administrasi negara dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung mengatakan dalam satu perjanjian perdata, termasuk dalam hal ini MSAA penyelesaian BLBI oleh BDNI terjadi misrepresentasi atau tidak harus melalui keputusan pengadilan.