Lihat ke Halaman Asli

Berliana Syaputri

Mahasiswa IAIN Bone Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Prodi Ekonomi Syariah

Optimalisasi Zakat sebagai Instrumen Keuangan Publik Islam untuk Mengurangi Ketimpangan Sosial

Diperbarui: 11 Januari 2025   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Bisnis.com

Zakat merupakan pilar ketiga dari lima pilar utama dalam agama Islam, meliputi aspek spiritual serta sosial-ekonomi. Dalam Islam, zakat seharusnya tidak diindahkan hanya sebagai terkualifikasi atas ibadah individual, melainkan juga sebagai alat kebutuhan yang mampu menunjang publik yang lain, yang bisa saja merangsang kesejahteraan. Ditambah upaya zakat dalam pendekatan ketidakadilan sosial juga berjasa dalam konteks diskur publik ekonomi kontemporer, terutama di negara Islam mayoritas.

Dalam konteks keuangan publik Islam, zakat memiliki posisi khusus karena merupakan satu kewajiban yang secara hukum merupakan tagihan bagi setiap individu Muslim yang telah memenuhi nishab (apapun itu). Dana zakat berasal dari individu mampu untuk didistribusikan masyarakat miskin atau mazkur, baik itu seorang yang banyak lebih unggul, dan ini selaras dengan delapan kategori yang diuraikan dalam Al-Qur'an (QS. At-Taubah: 60). Redistributive prinsip ini sesuai dengan orientasi utama Syariah bahwa sosial justice dan kemakmuran mereka yang duduk di dalamnya menjadi sebuah prioritas. Dari segi keuangan publik, zakat adalah semacam "pajak" agama. Berbeda dengan pajak yang disetor kepada pemerintah, zakat memiliki maksud spiritual, yaitu mendorong seseorang menuruti diri terhadap keyakinan agama. Tetapi untuk dapat mendorong zakat sebagai alat keuangan publik, perlu adanya suatu institusi yang akan mengotomatisasi dan mendistribusikan dana zakat ini dengan efisien serta transparan.

Maka masalah besar muncul diberbagai wilayah Islam seperti ketimpangan sosial dan ekonomi. Macam-macam laporan dari institusi internasional menggambarkankan bahwa negara-negara Islam sering memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan dekadensi sosial juga. Pada hal ini, yaitu antara lain fungsinya sebagai “pengubah”. Zakat bisa bertindak sebagai sumber pendanaan yang bersifat social investment service, pendidikan. Dengan alat ini, keterampilan diberikan kepada orang-orang yang buta huruf. Tahun lalu, potensi zakat yang dihimpun di Indonesia sebenarnya mencapai ratusan triliun rupiah, namun realisasinya belum semulus yang diperkirakan.

Zakat, di sisi lain, berperan penting dalam memperkuat jaring pengaman sosial. Dalam situasi darurat sosial atau masa resesi ekonomi, zakat dapat digunakan untuk memberikan santunan kepada korban bencana maupun menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang menganggur. Dengan demikian, zakat memiliki posisi yang strategis dalam mendukung kesejahteraan sosial.

Meskipun memiliki potensi besar, pengumpulan zakat sebagai bantuan sosial masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran dan kepatuhan sebagian umat Muslim yang sebenarnya mampu, tetapi tidak membayar zakat secara rutin setiap tahun. Hal ini terjadi karena pemahaman tentang kewajiban zakat masih kurang, atau proses pembayaran zakat dianggap rumit. 

Di beberapa negara, pengelolaan zakat juga masih menghadapi masalah, terutama terkait kelemahan administrasi dan efisiensi penyaluran. Sistem tradisional yang digunakan seringkali menghambat optimalisasi pengumpulan dan pendistribusian dana zakat. Selain itu, regulasi yang mengatur zakat belum sepenuhnya mendukung pengelolaan yang profesional dan terpadu dengan sistem keuangan modern. Untuk memaksimalkan potensi zakat, diperlukan reformasi administratif dan sistem manajemen yang lebih efisien serta terintegrasi.

Untuk mendorong inovasi dalam mengatasi tantangan tersebut, langkah-langkah strategis perlu diambil agar peran Islam dalam pengelolaan zakat menjadi lebih efektif. Selain memastikan ketersediaan sumber daya yang memadai, penting untuk memperkuat sistem pengawasan zakat. Hal ini harus disertai dengan upaya berkelanjutan dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. 

Sebagaimana dilakukan di banyak negara lain, peningkatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan secara efisien melalui kampanye edukasi publik. Kampanye ini bertujuan untuk mengajak masyarakat berkontribusi secara aktif demi memperkuat nilai kemasyarakatan dan kolektivitas. Selain itu, teknologi digital harus dimanfaatkan sebagai platform pemasaran, seperti melalui media sosial dan aplikasi mobile, untuk menjangkau generasi muda secara lebih efektif.  

Pengembangan layanan zakat juga menjadi salah satu langkah penting yang harus ditempuh. Ini termasuk meningkatkan kemampuan manajemen lembaga pengelola zakat dalam mengumpulkan, mendistribusikan, dan melaporkan dana zakat. Peningkatan ini dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip terbaik yang telah diadopsi oleh negara-negara lain, sehingga lembaga tersebut dapat beroperasi lebih profesional dan transparan. 

Penggunaan teknologi informasi, termasuk sistem manajemen berbasis blockchain, merupakan langkah teknis yang efisien dalam mengelola dan memanfaatkan dana zakat. Implementasi teknologi ini dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pengelolaan zakat. Selain itu, kolaborasi dengan pemerintah menjadi sangat penting. Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan zakat ke dalam sistem keuangan publik, sehingga dapat dikelola lebih profesional dan berdampak luas.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline