Dunia politik internasional sempat digemparkan di awal Desember 2024 karena adanya pengumuman darurat militer di Korea Selatan oleh Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol. Pengumuman darurat militer ini muncul karena adanya oposisi politik yang melemahkan pemerintahan Presiden Yoon. Berdasar pada pidatonya, oposisi politik menghapuskan proses demokrasi dan menghambat jalannya pemerintahannya. Salah satu buktinya adalah terdapat 22 mosi pemakzulan pada pejabat pemerintah di masanya sejak Mei 2022. Presiden Yoon menganggap bahwa partai-partai oposisi melemahkan proses legislatif dan menjadi ancaman bagi stabilitas nasional.
Maka dari itu, darurat militer digaungkan olehnya demi bisa menghapus adanya gerakan anti-negara yang menimbulkan kekacauan serta menghambat program kerja di masa pemerintahannya. Serta juga digaungkan dengan niat melindungi Republik Korea dari ancaman pasukan komunis Korea Utara, melindungi hak-hak masyarakat yang hendak dibasmi dan dicabut, juga menjaga kestabilan dan struktur konstitusional negara Korea Selatan. (Gabriella, 2024)
Deklarasi darurat militer ini melakukan pelarangan terhadap aktivitas politik oleh masyarakat Korea selatan, tindakan protes, dan melakukan pembatasan peliputan media dan hak kebebasan media. Melalui pengumuman ini juga para dokter yang sejak pertengahan tahun 2024 melakukan aksi mogok kerja diperintahkan untuk kembali bertugas. Park An-Su sebagai Kepala Komando Darurat Militer pun diminta untuk mengambil alih bidang administratif dan yudisial.
Hal ini memicu reaksi masyarakat korea serta menarik perhatian publik di luar Korea Selatan. Diketahui bahwa 190 anggota parlemen dari total keseluruhannya adalah 300 orang, dengan 18 orang di dalamnya merupakan anggota partai Yoon sendiri menentang dan mengecam putusan deklarasi tersebut dalam sidang parlemen yang diawasi ketat oleh pasukan militer serta pasukan kepolisian.
Oleh karena itu, pada artikel kali ini, penulis akan mengkaji mengenai konsolidasi kekuasaan yang dilakukan Presiden Yoon untuk memperkuat posisinya dan melemahkan oposisi serta menganalisis dinamika kekuasaan mengenai peran partai politik yang mendukung dan menentang pengumuman darurat militer.
Konsolidasi Kekuasaan Presiden Yoon untuk Memperkuat Posisi dan Melemahkan Oposisi
Konsolidasi kekuasaan adalah sebuah proses yang dilakukan para penguasa untuk memperkuat kekuasaan mereka sendiri, memusatkan seluruh otoritas dan wewenang kepada mereka, serta mengambil kendali penuh atas sebuah negara sehingga dapat memicu timbulnya pemerintah yang otoriter dan lemahnya demokrasi (Asrinaldi & Yusoff, 2023). Berdasarkan dari pengertian konsolidasi kekuasaan dan bila dihubungkan dengan latar belakang, maka apa yang dilakukan oleh Presiden Yoon dapat dikategorikan sebagai sebuah tindakan konsolidasi kekuasaan.
Alasan yang menguatkan bahwa Presiden Yoon melakukan konsolidasi kekuasaan dengan memanfaatkan deklarasi militer ini dikarenakan darurat militer atau martial law adalah sebuah kondisi dimana pemerintahan sementara otoritasnya dipegang oleh militer dikarenakan otoritas atau pemerintahan sipil gagal dalam menjalankan tugasnya. Pemberian wewenang tinggi dan penuh kepada kekuatan militer sering menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia dan penangguhan terhadap hak-hak sipil bagi warga negara. Fajlurahman dalam bukunya Hukum Tata Negara Indonesia yang dikutip dari (Dewi, 2024) bahwa darurat militer adalah sebuah keadaan yang tingkat bahayanya lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan dengan keadaan darurat sipil. Maka dari itu, deklarasi militer ini dianggap ancaman bagi seluruh warga negara Korea dan pemerintah.
Dari pidatonya, Presiden Yoon mendeklarasikan Darurat militer demi membasmi oposisi politik dan mengalihkan seluruh kekuasaan hanya kepadanya. Menurutnya, oposisi politik menghambat program-program kerja yang ditawarkannya. Padahal keberadaan oposisi juga penting dan memberikan manfaat dalam berjalannya program kenegaraan. Dahl dikutip dari (Noor, 2016) mengemukakan beberapa manfaat oposisi di dalam pemerintahan, yaitu: a) penyeimbang kekuasaan, yang dapat diartikan bahwa terdapat kekuatan eksternal yang bisa memberikan rekomendasi atau alternatif pikiran dan sikap mengenai tindakan atau keputusan yang diambil oleh pemerintah, sehingga dapat menjadi pengingat agar pemerintah tidak terlalu jauh dari kepentingan rakyat mayoritas; b) menjaga alternatif kebijakan, maksud dari hal ini adalah oposisi dapat menyuarakan alternatif pilihan lain atau kebijakan lain yang dibutuhkan rakyat apabila pemerintahan melakukan kesalahan; c) menjadi stimulus atau media persaingan sehat di antara para elit politik dan pemerintahan.
Analisis Peran Partai Politik Pendukung dan Partai Politik Oposisi pada Deklarasi Darurat Militer oleh Presiden Yoon
Terdapat perbedaan respon dari partai pendukung (dalam hal ini adalah People Power Party) dan partai oposisi Korea Selatan mengenai deklarasi darurat militer Presiden Yoon. Masyarakat secara bersama-sama mengajukan dan melakukan demonstrasi di depan gedung DPR untuk pemakzulan atau impeachment Presiden Yoon Seok Yeol. Namun People Power Party sebagai partai pengusung menyatakan menolak pemakzulan tersebut. Ketika dilakukan pemungutan suara untuk pemakzulan Presiden Yoon, seluruh anggota People Power Party melakukan Walk Out. Sementara koalisi partai oposisi memiliki 192 kursi dan butuh 8 kursi anggota DPR dari anggota People Power Party agar pemakzulan tersebut dapat dilakukan (Hwan, 2024)