Lihat ke Halaman Asli

Tri Rismaharini Memaksa Tuli Berbicara, Aktivis Tuli: Stop Audism!

Diperbarui: 12 Januari 2022   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Berliana M

Orang-orang perlu memahami bahwa bahasa isyarat merupakan bahasa ibu Tuli. Bukan malah sebaliknya, dipaksa untuk berbicara menyesuaikan dengan orang-orang dengar yang bukan pengguna bahasa isyarat. Begitu yang disampaikan oleh Surya Sahetapy, aktivis Tuli yang juga merupakan anak dari Ray Sahetapy dan Dewi Yull, di laman Instagramnya

Surya Sahetapy menyampaikan keprihatinannya atas perlakuan Mensos, Tri Rismaharini kepada teman Tuli pada acara Hari Disabilitas Internasional. Perlakuan tersebut adalah memaksa teman Tuli untuk berbicara. "Kenapa Ibu paksa kalian untuk bicara? Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Tapi, saya berharap kita semua bisa mencoba." Ucap Tri Rismaharini.

Surya Sahetapy menanggapi bahwa percuma bisa bicara tapi sulit menyimak percakapan orang dengar. Maka dari itu, ia menyatakan bahwa itulah pentingnya bahasa isyarat, yang merupakan bahasa ibu kami dan juga pemberian dari Tuhan. Surya Sahetapy juga menyesali pola pikir orang Indonesia yang masih keliru tentang Tuli, jauh berbeda dengan pola pikir orang Amerika yang membuat Ia merasa bukan Tuli bahkan Disabilitas.

Sikap yang seperti itu dapat dikategorikan sebagai sikap audism. Audism adalah bentuk pemikiran bahwa orang yang mendengar lebih berkuasa dan bisa melakukan apapun dibandingkan orang Tuli. 

Mana sebutan yang benar? Tunarungu atau Tuli?

Mungkin, masih banyak yang keliru dengan dua kata di atas. Menurut KBBI, tunarungu memiliki arti tidak dapat mendengar; tuli. Di samping itu, tuli memiliki arti tidak dapat mendengar (karena rusak pendengarannya); tunarungu dan (dengan huruf besar) tidak bisa mendengar dan menggunakan bahasa isyarat.

Terlihat memiliki arti yang sama. Namun, perlu juga diketahui bahwa salah satu kata di atas, penggunaanya, tidak diterima oleh sekelompok orang.

Aktivis Tuli, Surya Sahetapy, mengatakan bahwa kami enggan disebut tunarungu dan lebih memilih disebut sebagai Tuli. Hal itu dikarenakan, mereka memiliki bahasa ibu, yaitu bahasa isyarat dan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua mereka sedangkan tunarungu maknanya hanya seseorang yang memiliki keterbatasan dan tidak dapat berbuat apa-apa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline