Seorang sastrawan juga penulis yang saya kagumi dengan karya-karya sastranya, menulis banyak autobiografi. Sebagian besar autobiografinya ditulis dalam bentuk novel. Dalam sebagian karya+karyanya tersebut dikisahkan tentang kehidupan biduk rumah tangganya.
Salah satu yang menarik perhatian saya adalah karakter suami si penulis. Suaminya memiliki karakter kasar dan pemarah. Suaminya gampang sekali tersulut emosi bahkan hanya karena hal-hal kecil.
Sebelum menikah, perilaku asli suaminya tidak kelihatan. Saat pacaran, suaminya berlaku lemah lembut dan penyayang. Si penulis pun seperti tersihir akan panah asmara yang ditembakkan.
Takbutuh waktu lama pacaran, si penulis langsung menerima lamaran sang kekasih. Si penulis pun berhenti dari pekerjaannya sebagai pramugari, dan mengikuti suaminya yang seorang diplomat.
Usai menikah, sifat asli suaminya muncul. Berbanding terbalik dengan yang ditunjukkan saat masa pacaran. Suaminya sering melontarkan bentakan dan makian.
Tidak hanya itu, sikap suaminya pun sering kali begitu merendahkannya. Suaminya lebih mendengarkan pendapat orang lain daripada pendapat istrinya. Termasuk dalam hal pengasuhan anak.
Ketika pertengkaran terjadi, teriakan-teriakan suaminya memenuhi rumah. Anak-anak mereka yang lahir kemudian sering ketakutan karenanya. Terlebih ketika suaminya ketahuan selingkuh, pertengkaran kerap terjadi.
Suaminya memang tidak melakukan kekerasan secara fisik, tetapi kekerasan secara psike (jiwa). Sang penulis hidup dalam situasi batin yang tertekan, bertahun-tahun.
Sangat disayangkan, penulis dan suaminya tidak mampu memperbaiki pernikahan mereka. Sang penulis pun berselingkuh dengan seorang pelaut. Pasangan ini akhirnya resmi bercerai setelah lebih dari 20 tahun berumah tangga.
***