Banyak perusahaan kembali menerapkan WFO bagi karyawannya. Kondisi pandemi yang semakin membaik membuat mereka yang WFH bersiap kembali WFO.
Sejak bulan September, mas suami sudah kembali bekerja di kantor alias WFO. Tidak dengan sistem hybrid work seperti sebelumnya, tetapi sudah full time.
Meskipun harus kembali bekerja penuh lima hari seminggu, suami justru menyambutnya dengan gembira.
Sejak beberapa bulan sebelumnya, suami memang sudah sangat merindukan kembali bekerja WFO full time. Suami bukannya tidak suka sistem hybrid work, dimana ada saatnya WFH beberapa hari dalam seminggu.
Hanya saja, bagian pekerjaan suami memang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Ada sistem yang saling berkaitan dan banyak kepentingan antarbagian di dalam pekerjaannya. Akibatnya, tidak banyak yang bisa dikerjakan selama bekerja di rumah atau WFH.
Hal yang bisa dilakukan selama WFH paling banyak hanya breefing, meeting, training, atau membuat dan mengirim report. Jadi, suami merasa WFH tidak berpengaruh signifikan pada hasil kerjanya, bahkan sebaliknya, membuat situasi pekerjaan menjadi lebih ribet.
WFH juga kadang membuat suami frustrasi. Frustrasi akan muncul ketika rekan kerja dalam timnya yang sedang WFO menghadapi kesulitan dalam pekerjaan.
Begitu besar keinginannya untuk membantu dan menyelesaikan kesulitan tersebut, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena semua sistem ada di kantor.
Suami paling hanya bisa meminta tolong pada rekan dari tim lain. Itupun bantuannya tentu tidak bisa maksimal. Bukan hanya itu, kerja jarak jauh juga menyebabkan menurunnya efektivitas dan kolaborasi tim.
Akibatnya bisa dipastikan, kinerja dan produktivitas tim menurun drastis selama hybrid work diterapkan.