Danau Toba, siapa yang tidak kenal? Saat SD, dari Buku Pintar, saya tahu bahwa Danau Toba adalah danau terbesar di Indonesia.
Puji syukur saya memiliki kaitan dengannya. Kebetulan ayah saya berdarah Batak Toba, berasal dari Kampung Sihotang, desa kecil di Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Letaknya berhadapan langsung dengan Pulau Samosir.
Pertemuan pertama saya dengan Danau Toba ketika pertama kali berkunjung ke sana tahun 80-an, saat saya masih SD. Menjelang berangkat, namamya anak-anak ya senang aja mau liburan ke rumah opung. Enggak terpikir kalau itu kesempatan luar biasa yang banyak dirindukan orang.
Sebelumnya ayah sudah sering bercerita tentang danau yang juga terbesar di Asia Tenggara ini beserta mitos dan legenda seputar keberadaannya. Cuma tetap saja, belum terbayangkan seperti apa wajah aslinya.
Perjalanan kala itu cukup panjang dan melelahkan, butuh waktu dua hari untuk bisa ketemu opung. Maklum tahun 80-an, transportasi tidak secanggih sekarang. Dari tempat kami tinggal di Pulau Belitung menuju Medan lanjut ke Danau Toba dan Pulau Samosir bukan perkara mudah, biayanya pun tidak sedikit. Apalagi kami berangkat enam orang, ayah, ibu dan empat anak.
Beruntung saat itu ada pesawat AURI yang akan berangkat menuju Medan. Dibantu seorang kenalan ayah yang bertugas di sana, kami bisa terbang menumpang pesawat AURI.
Setelah menginap semalam di Medan untuk beristirahat, perjalanan dilanjutkan keesokan harinya menggunakan bus via Pematang Siantar, menuju Parapat untuk menyeberang ke Pulau Samosir.
Rasa penat akibat perjalanan panjang sekitar 5 jam terbayarkan lunas ketika bus mulai memasuki kawasan Danau Toba. Jalan berkelok-kelok dan menurun menuju danau menyajikan pemandangan yang luar biasa indah. Dilihat dari ketinggian, Danau Toba begitu mempesona.
Didukung udara yang semakin sejuk, mata tak berhenti memandangi kecantikan Danau Toba. Semakin lengkap ketika kami tiba di Tigaras.