Minggu lalu, suami saya mengurus perbaikan nama dan data pada Kartu Keluarga (KK) kami.
Kartu Keluarga kami memiliki dua kesalahan. Pertama, kesalahan penulisan nama saya yang tidak sesuai dengan akte kelahiran dan KTP. Dari empat kata dalam nama saya yang tertera di sana, ada satu kesalahan huruf pada nama Romauli. Nama yang sebenarnya sesuai Akte Kelahiran dan KTP adalah Romanli. Hanya satu huruf harusnya N, di KK memakai huruf U.
Kedua, kesalahan dalam penempatan nama ibu saya dan nama ibu mertua (ibunya suami). Dalam KK, nama ibu saya ada di kolom ibunya suami, sedangkan nama ibu mertua ada di kolom nama orangtua saya. Jadi, posisi nama kedua orang tua kami tertukar tempatnya.
Kedua kesalahan ini sebenarnya sudah terjadi bertahun-tahun lalu sejak KK ini kami dapatkan. Ketika KK itu terbit, anak saya baru berumur 1 tahun. Jadi 11 tahun lamanya, KK yang salah ini dibiarkan.
Terjadinya pembiaran ini lebih karena kami abai dan belum merasakan dampaknya pada pengurusan dokumen-dokumen penting lainnya.
Ternyata nama dan data harus seragam dalam semua dokumen kependudukan, termasuk KK. Dan keseragaman ini sangatlah penting.
Untuk pengurusan Kartu BPJS Kesehatan misalnya, nama yang tertera di kartu BPJS ternyata mengacu pada nama yang tertulis dalam KK. Akibatnya, tak ayal lagi, karena nama saya dalam KK salah, maka nama saya dalam Kartu BPJS pun ikutan salah. Cerita tentang pengurusan perbaikan nama dalam kartu BPJS akan saya susul pada artikel berikutnya.
Saya jadi teringat, sejak kecil, ayah saya sangat strict pada masalah kebenaran data dalam dokumen kependudukan anak-anaknya. Mulai dari akte kelahiran, ijazah berbagai jenjang pendidikan, KTP, dan Kartu Keluarga selalu diteliti dengan seksama, sehingga tidak pernah ada kesalahan. Tujuan utama ayah yaitu untuk menghindari masalah di kemudian hari.
Akhirnya, mau tidak mau, suami berinisiatif untuk mengurus perbaikan nama dan data dalam KK kami. Mumpung situasinya memungkinkan, dimana cukup waktu saat WFH yang bisa disishkan untuk mengurus dokumen KK ini.
Kebetulan kantor kelurahan wilayah domisili kami yang masuk dalam wilayah Kecamatan Cinere, Kota Depok hanya berjarak 200 meter dari rumah. Akhirnya Jumat 20 Agustus yang lalu, suami pun bergegas ke sana.