Lihat ke Halaman Asli

Martha Weda

TERVERIFIKASI

Mamanya si Ganteng

Suami Kena PHK, Saya Hanya Ibu Rumah Tangga dan Punya Bayi Usia 18 Bulan

Diperbarui: 16 Oktober 2020   05:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi suami di PHK (Sumber : Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Semenjak pandemi Covid-19 menyambangi negeri ini di awal Bulan Maret yang lalu, satu-persatu bidang usaha penunjang perekonomian anak bangsa bertumbangan.

Keterpurukan ini tak pelak menjadikan banyak pekerja mengalami pemotongan gaji, dirumahkan sementara, bahkan sampai diberhentikan dengan terpaksa, lantaran perusahaan megap-megap mempertahankan roda usaha tetap berputar.

Melihat fenomena yang menyedihkan ini, saya jadi teringat kejadian sama yang pernah saya dan suami alami lebih dari sepuluh tahun yang lalu.

Ketika itu, anak saya belum genap berusia dua tahun. Saya sendiri baru beberapa bulan mengundurkan diri dari kantor karena berniat untuk fokus berkarir sebagai ibu rumah tangga.

Suami yang kala itu bekerja sebagai tenaga pemasaran di sebuah perusahaan jasa keuangan, harus menerima kenyataan diberhentikan dari perusahaan.

Alasan pemberhentian tak lain karena suami dinyatakan tak mampu memenuhi target penjualan selama dua bulan berturut-turut. Jadi memang perusahaan ini menerapkan aturan ketat, di mana tidak ada ampun bagi karyawan yang tak mampu memenuhi angka yang ditentukan perusahaan.

Bila di perusahaan lain dengan bidang usaha sama, jangka waktu penilaian performance umumnya tiga bulan, maka di perusahaan ini hanya dua bulan. Namun memang saat itu, produk keuangan dari perusahaan jasa ini baru diluncurkan dan sedang "naik daun". Oleh karena itu mereka tak segan menetapkan target penjualan yang tinggi.

Pencapaian suami juga sebenarnya cukup baik, di angka sekitar 90 persen dari target. Hanya saja angka pencapaian suami jauh di bawah rekan-rekannya yang bahkan bisa mencapai angka 200 persen. Alhasil performance suami tetap dianggap jelek. Bersama suami kala itu, ada 2 rekannya yang juga diberhentikan.

Semula saya masih optimis saat mendengar cerita suami tentang kegagalannya dalam mencapai target. Saya berharap masih ada dispensai karena angkanya masih cukup baik. Ternyata apa yang saya pikirkan tidak terwujud. Aturan tetaplah aturan. Suami pun resmi diberhentikan.

Di hari terakhirnya bekerja di sana, sebelum berangkat ke kantor, suami memeluk saya erat, sambil berkata, "Maafin Papa ya Ma...,"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline