Lihat ke Halaman Asli

Martha Weda

TERVERIFIKASI

Mamanya si Ganteng

Benarkah Saya Jadi Korban Penipuan?

Diperbarui: 8 Juni 2020   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Thinkstockphotos.com via Kompas.com

Saat masih kerja dulu, sepulang dari kantor, saya sering janjian bertemu dengan suami (statusnya saat itu masih pacar) di kawasan Blok M Jakarta Selatan. Walaupun semula kami satu kantor, namun dinamika pekerjaan memaksa kami untuk berpisah dan berkarya di kantor yang berbeda.

Janjian bertemu bisa di kawasan Plaza Melawai, bisa di Plaza Blok M, di Pasaraya, atau di area basenent di bawah terminal. 

Kala itu, di pertengahan tahun 2000-an, saat sore hingga malam hari, kawasan ini menyediakan jajanan dan makanan beraneka ragam. Mulai dari kelas pinggir jalan sampai kelas restoran. Hampir semua jenis makanan tersedia di kawasan ini. 

Ada bakso, siomay, nasi goreng, mie goreng, mie ayam, sate Padang, sate Madura, soto, pecel lele, makanan junk food dan masih buuaaanyak lagi. Banyak diantaranya cukup dikenal saat itu, seperti Ayam Bakar Gantari dan Gultik (Gulai Tikungan), yang berlokasi di belakang Plaza Blok M. Kawasan ini pun begitu gegap gempita di malam hari, apalagi saat weekend. Menjadi salah satu tujuan tongkrongan anak muda kala itu.

Tujuan kami bertemu di sini pun tidak lain tidak bukan untuk makan malam, sambil ngobrol. Bukan yang mahal-mahal, lebih sering makanan kaki lima. Sekali-kali saja mencoba sedikit mewah, di hari-hari gajian. Kadang-kadang setelahnya kami berkeliling melihat-lihat sekedar cuci mata.

Sekitar jam 8 malam barulah kami berpisah kembali ke kediaman masing-masing. Saya ke Pondok Labu dan suami ke Cempaka Putih.

Suatu ketika, saat kami berjalan-jalan di kawasan Plaza Melawai, sehabis makan, kami melihat seorang anak remaja lelaki sekitar usia 15 tahunan sedang duduk menangis di beranda depan gedung. 

Anak ini duduk sambil memeluk tumpukan koran. Menangisnya pun sangat memprihatinkan, tersedu-sedu dan berlinang air mata. Namun tidak ada yang memperhatikan, mungkin karena remaja ini duduk di balik sebuah pot bunga besar yang ada di sana. Atau mungkin juga sudah ada yang melihat tapi takut tertipu. Entahlah. Namun terdorong rasa kasihan dan penasaran, saya ajak suami menghampiri. 

Ternyata remaja ini adalah seorang penjual koran, yang katanya baru saja kehilangan uang senilai 70 ribu hasil penjualan korannya. Dia menangis karena uang itu harusnya dia setorkan ke agen koran malam itu juga. Namun lantaran hilang, dia tidak berani kembali ke agen koran, padahal hari sudah beranjak semakin malam.

Terdorong rasa iba, saya pun memberi uang sebesar itu sebagai pengganti kehilangannya. 70 ribu saat itu cukup besar buat saya, cukup untuk makan siang selama beberapa hari. Tapi saya senang bisa menolong orang lain, apalagi ini masih tergolong anak-anak. Tangisnya langsung berhenti setelah menerima uang dari saya dan hati saya pun lega.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline