Lihat ke Halaman Asli

Martha Weda

TERVERIFIKASI

Mamanya si Ganteng

Puisi: Berhenti Sebelum Terlambat

Diperbarui: 3 Mei 2020   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pexels.com, by Irina Iriser

Aku yakin seribu persen, tanpa keraguan, tuan tahu ganjaran sepadan yang akan menjadi bagian tuan.

Bertahun-tahun memanjakan nafsu semata. Tak mampu lepas pun berpaling muka. Tuan perlakukan dia bagai dewa, melebihi kekasih hati belahan jiwa.

Tuan tinggikan nafsu tuan. Tak menimbang saudara, keluarga atau rekan, yang mungkin saja keberatan, namun untuk bicara pun sungkan karena tahu pasti akan diabaikan. Hanya mampu mengumpat dalam kesal yang tak tersalurkan.

Uang yang dikumpul dengan berjerih dari terang hingga gelap, habis dibakar dalam sekejap. 

Asap mengepul, kerak mengumpul, lubang-lubang terbentuk bagai bola-bola jarum pentul.

Laksana tungku perapian, terjadi pembakaran berulang-ulang, hingga dinding-dinding nya mengerak menghitam, hingga tak mungkin lagi dibersihkan. Begitu terus sampai tahunan, hingga penyakitan.

Apakah itu yang tuan harapkan di masa depan? Batuk terus-terusan? Penyakit berdatangan, bahkan seringkali terlalu terlambat tuk bisa disembuhkan, lalu mati perlahan?

Berhentilah tuan, sebelum segala sesuatunya tak lagi bisa diselamatkan.

_______

Jakarta, 3 Mei 2020

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline