Lihat ke Halaman Asli

Berliana Dwi Thalia

Mahasiswa UINSA

Inilah Era 5.0 ketika Tontonan menjadi Tuntunan

Diperbarui: 8 Desember 2023   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkenalkan saya Berliana Dwi Thalia mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya semester 1 program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah. Pada era digital saat ini sangat mudah bagi siapapun untuk mengkases media sosial. Di media sosial, semuanya ada. Bahkan tanpa kita mencari pun mereka sudah tau kita mau apa. Akan tetapi, perlu adanya pembatasan pada anak bagi setiap orang tua. Karena media sosial tidak sedikit dampak negatifnya. Contohnya pada beberapa waktu yang lalu viral aksi yang dilakukan siswa SD di Situbondo. Mereka sengaja menyayat tangannya sendiri demi mengikuti trend di Tiktok. Dan pada akhirnya trend ini menyebar melalui media sosial sampai ke grub aplikasi percakapan. Di usia sebegitu masih labilnya seorang anak. Tidak sedikit remaja yang mudah mengikuti trend tersebut tanpa filter sedikitpun. Nah, bagaimana jika semakin banyak remaja yang mengikuti trend ini? Pastinya sangat erat kaitanya dengan dunia maya.

Pada usianya yang masih labil, tidak sedikit remaja yang sangat mudah mengikuti tren tersebut tanpa filter sedikitpun. Saya sebagai calon guru miris melihatnya. Anak zaman sekarang, masih kecil saja sudah bisa bermain sosial media. Karena kurangnya pembatasan dari orang tuanya bermain gadget. Tentu saja ini ada hubungannya dengan dunia maya.

Ya, dunia maya memiliki dimensi yang berbeda dengan dunia nyata. Kolaborasi visualisasi terbukti ampuh menghipnotis para anak remaja sekarang. Maka dari itu, tidak dapat dipungkiri jika dunia maya menjadi media untuk memperkenalkan tren terbaru. Apalagi jika tren tersebut datang dari idola mereka.

Nah, tren tersebut sebenarnya sudah ada pada enam bulan terakhir di Tiktok, namun baru ramai sekarang. Katanya jika semakin banyak goresannya, maka akan semakin banyak mendapatkan hadiah. Pembodohan jenis apalagi itu? Demi sebuah hadiah kok harus menyakiti diri sendiri.

Fakta ini menunjukkan bahwa visualisasi itu memiliki efek magis. Dapat menghipnotis dan memengaruhi para remaja lainnya. Remaja yang sejatinya hanya pengguna aktif media sosial akan ikut terpengaruh tren yang sedang viral. Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa menyaring seluruh informasi yang terus menerus hadir ditengah-tengah kita?

Saya tentu sangat prihatin akan kondisi ini. Generasi yang seharusnya menjadi harapan bangsa, malah terjerumus aktifitas yang tidak berfaedah. Kebanyakan remaja yang mengikuti tren tersebut memiliki pemikiran bahwa hidup ini hanya untuk hura-hura saja. Karena hidup bebas adalah jalan ninja menikmati kenikmatan dunia. Tanpa mereka sadari bahwa mereka sudah terjerumus ke tren yang sesat.

Kata mereka, hidup yang terlalu banyak aturannya itu tandanya hidup terkekang. Apalagi aturan agama, yang semuanya serba diatur. Masyarakat mengabaikan ajaran agama dan memosisikan agama hanya ibadah ritual saja. Dalam kehidupan sehari-hari agama sering diabaikan. Rasulullah SAW. Pernah bersabda "Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasakan cukup di hadapannya" [HR Ibnu Majah]. Oleh karena itu, agar hidup ini selalu damai, tentram, dan aman kita tidak boleh lalai akan dunia dan harus memiliki prinsip hidup. Prinsip hidup ini yang akan mengendalikan diri ini agar tidak salah arah dan mudah terbawa arus. Jadikan prinsip hidup ini sebagai tameng dari perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan.

Self Harm merupakan perbuatan diamana seseorang senang menyakiti dirinya sendiri karena tidak mampu meluapkan emosinya. Biasanya berupa menyakiti diri dengan berbagai cara. Seperti sengaja menyakiti dirinya sendiri dengan tindakan mengiris diri sendiri, membuat goresan, menyayat atau bahkan melukai salah satu bagian tubuhnya dengan benda tajam. Apa yang dilakukan siswa-siswi di SD Situbondo itu termasuk perbuatan self harm meskipun atas nama mengikuti tren pada saat itu. Dalam Islam ini perbuatan terlarang. Rasulullah pernah bersabda "Tidak boleh menyakiti diri sendiri dan menyakiti orang lain" [HR Ibnu Majah].

Saya berharap dengan adanya generasi yang sehat untuk penerus peradaban. Agar posisi ini tetap strategis dan tidak terbawa pengaruh strategis, peran negara sangat dibutuhkan untuk perlindungan setiap tontonan yang hadir di tengah-tengah remaja. Dalam Islam, negara wajib berkontribusi terhadap penangkalan informasi tersebut. Negara memiliki kewajiban untuk membrantas semua konten negative untuk memastikan konten mana yang layak dilihat oleh anak-anak maupun remaja.

Penangkalan selanjutnya yang bisa menyaring informasi media masa ialah dengan pengawasan orang tua. Peran orang tua sangat penting bagi setiap anaknya. Dengan hadirnya fitur kontrol orang tua yang memiliki tujuan untuk membatasi setiap akses internet, anak akan menjadi lebih terkontrol dan bisa terbatasi akses ke konten yang tidak sesuai.

Lalu bagaimana jika memiliki orang tua yang gaptek? Ya tentu saja yang bisa menyaring baik buruknya informasi yang masuk adalah remaja itu sendiri. Lantas bagaimana cara  untuk mencegah munculnya tren negatif tersebut? Kembali pada diri sendiri, memaknai makna hidup yang sesungguhnya itu seperti apa. Kelak di akhirat semua akan dihisab dan dipertanggungjawabkan semua perbuatannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline