Lihat ke Halaman Asli

Polemik Sistem Pers Di Mesir

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribunnews.com

POLEMIK SISTEM PERS DI MESIR

Tribunnews.com

kepemimpinan Hosni Mubarok penuh problematika untuk peliputan informasi. Hal ini tak seperti saat kepemimpinan Kaisar Amenhotep III (1405 – 1367 SM) , yang telah melahirkan jurnalis di Mesir (Priyadi, 2012). konflik politik saat lengsernya Hosni Mubarok dari awal 2011-2013 hampir mengguncang beberapa aktivitas rakyatnya.

Kaisar Amenhotep III (1405 – 1367 SM) yang memutuskan prajuritnya untuk memberikan berita kepada seluruh penduduk, hal ini dikatakan cikal bakal lahirnya jurnalis di Mesir. Namun saat Hosni Mubarok memimpin hingga massa lengsenya kepemimpinan, sistem pers liberal dari kerajaan itupun hampir musnah.

Inilah dilema demokrasi di Mesir. Dengan prosedur, atas nama demokrasi dan pemilihan langsung, Mubarak semakin memperkokoh kekuasaannya. Dengan demokrasi yang tidak liberal, rasis, dan militer mampu mempertahankan kekuasaannya hingga akhir hayat dengan legalisasi demokrasi.

Negara menguasai lembaga-lembaga keagamaan (Al-Azhar, Majlis Fatwa, Ordo tarekat, dan masjid), sosial dan pers (koran dan televisi) (Romli, 2013) . Di Mesir tidak ada kekuatan masyarakat sipil (civil society) dalam arti yang sebenarnya. Negara menguasai rakyatnya dan tidak memberi ruang sedikit pun untuk menghirup udara kebebasan.

Mesir juga masih memberlakukan undang-undang darurat, yang selama ini dijadikan alasan untuk meredam kelompok-kelompok oposisi, dan membungkam kebebasan dengan alasan keadaan darurat. (IRIB Indonesia, 2013)

Terpilihnya Muhammad Mursi sebagai presiden pertama Mesir pasca Mubarak membuat munculnya ketidakteraturan dan kekacauan. Berpalingnya sebagian pasukan keamanan dan militer mereka berani melakukan aksi mogok melawan pemerintah. Begitu juga dengan tidak taatnya sejumlah pejabat militer dan intelijen Mesir menciptakan kekacauan bagi negara ini(Romli, 2013).

Kenyataan yang bertahun-tahun terjadi itu membuat masyarakat Mesir bangun, bangun untuk refolusi baru demi kenyamanan. Dimana pemerintah tidak menguasai semua atas kebebesan masyarakat. Bangkitnya penduduk mencari keamanan mengalami banyak kendala sehingga memicu terjadinya konflik yang keras.

Konflik politik yang tidak memberikan ruang bebas untuk pers di Mesir, menyebabkan beberapa jurnalis dari media massa di Mesir ataupun dari luar negara, yang meliput peristiwa konflik tersebut banyak ditahan, ditembak, bahkan ada yang tewas. Kerabat dari jurnalis-pun tidak berdiam diri mengenai hal itu, ada dari mereka yang mengutuk Mesir hingga berdemo di negaranya sendiri(meminta ketegasan).

Wartawan yang menjadi korban kekerasan konflik politik, kebanyakan wartawan dari media massa swasta. Misalnya, enam wartawan dari stasiun televisi Al Jazeera ditahan oleh aparat keamanan Mesir (metrotv).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline