[caption caption="Airlangga Hartarto politisi Golkar yang akan maju dalam Munaslub Golkar 2016 : foto: airlanggahartarto.blogspot.com"][/caption]
Mencari Ketum Golkar butuh seorang negarawan. Bukan yang sibuk klarifikasi pemberitaan.
Paham apa masalah partai ini, dimulai dengan melepaskan kepentingan kartel usahanya. Tak cukup hanya piawai menghindar dari sanderaan kasus-kasus hukumnya.
Butuh seluruh dukungan politik DPD 1 dan DPD 2 serta segenap stakeholder Partai Golkar untuk legitimasi kepemimpinannya. Bukan sokongan dana konglomerat, yang berkepentingan memuluskan bisnisnya
Golkar rindu pemimpin baru yang berwibawa di saat yang sama bijak untuk merangkul yang bukan satu barisan. Karena tantangan ke depan makin berat, jika tidak siap akan digilas semangat zaman.
Sebab Golkar dibangun tokoh-tokoh yg memandang jauh ke depan. Konon, nama Golongan Karya sendiri adalah inisiatif Sang Proklamator yang saat itu dalam Kabinet Karya (sedang bergejolak dinamika pemerintah dengan partai).
Hingga tercetusnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang ingin mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Dan Golkar lahir atas kehendak Bung Karno yang menginginkan ada golongan fungsional dalam sistem pemerintahan dan politik. Keinginan itu kemudian dilanjutkan TNI Angkatan Darat yang juga ingin terlibat dalam pembangunan serta pembinaan terhadap negara. Jadi dalam perkembangannya, Golkar tak lepas dari Angkatan Darat, Penguasa dan birokrasi.
Memang seiring waktu, dalam proses berpolitiknya, Golkar selalu dininabobokan kekuasaan (terutama Orde Baru). Itulah tantangan Pemimpin Golkar ke depan, bukan hanya yang sibuk 'sandang pangan apalagi perhiasan'. Mengingat pendirian partai ini jelas: berkarya untuk bangsa dan negara. Bukan menggendutkan rekening pribadi dan kelompok.
Jika ingin kembali berjaya, Golkar tidak boleh dipimpin kader yang sibuk klarifikasi kasus-kasus hukumnya. Agar partai ini bisa berlari cepat.
Seperti kata Bang Akbar Tanjung, kriteria Ketum Golkar haruslah yang memiliki prestasi, loyalitas, dedikasi dan tidak tercela (PLTD). Menurut dia, itu menjadi acuan karena sudah dicetuskan sejak Oktober 1983. Artinya kriteria itu sudah melembaga di partai ini. Kalau saja tidak kurang lengkap satu saja, midalnya punya catatan kasus yang tercela, jangan harap Golkar bisa berbenah, untuk bersatu saja muskil.
Cukup mudah menyeleksi siapa Caketum yang hampir paripurna dengan PLTD-nya itu. Sebut saja salah satunya, Airlangga Hartarto. Ia tidak pernah terlibat dalam kasus apapun sehingga bisa lebih fokus mengurus partai dan memperhatikan kebutuhan kader di daerah. Kalau ada yang berprestasi, loyal, berdedikasi dan tidak tercela kenapa pilih yang berkasus?