Lihat ke Halaman Asli

Trotoar Kok Ya Disiksa

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin saya diajak teman ke tempat servis printer. Dia minta tolong saya membawakan perangkat rusak. Sebelumnya sudah diservis, lancar kerjanya. Tapi baru dua hari  dipakai tiba2 hasil cetakan gak jelas. Tulisan di kertas kabur. Padahal tinta masih banyak.

Karena masih masa garansi, cepat2 saja dibawa ke tempat servis. Setelah dicek sama ahlinya ternyata selang tinta kejepit. Pantesan gak mau ngalir dengan mulus. Ealahh... sepele banget  penyebabnya, naruhnya juga gak tertib sih.

Pulangnya dia jalan ngebut. Saking senangnya printer sudah sembuh, atau buru2 mau menyelesaikan kerjaan, atau gak kuat dengan sengatan matahari, hanya dia dan Tuhan yang tau. Saya yg di bonceng waspada saja memegang kardus biar gak jatuh atau miring, nanti tumpah tintanya.

Di simpang empat, lampu menyala merah. Si "joki" miring ke kiri, naik ke trotoar. Berjalan zig zag karena rupanya trotoar sudah gak mulus. Pecahan2 konblok nongol jumpalitan, lalu menghindari air menggenang juga.

Si "joki" nekat gak sendiri. Ia hanya ikut2an pengendara di depannya. Lalu orang2 di belakang saya pun ikut2an meniru kami. Jadilah konvoi motor di atas trotoar. Sepeda jepang pada cari jalan pintas, ogah berlama2 nunggu lampu merah.

Pantaslah trotoarnya hancur. Konstruksi jalan konblok  yang hanya diperuntukkan buat pejalan kaki dibebani oleh puluhan sepeda motor.  Susunan konblok pun rusak berantakan. Batunya meloncat kemana2 dan tanahnya membentuk cekungan. Hujan sedikit saja, air menggenang di situ. Gak usah nuntut fasilitas umum bagus kalau saya sendiripun gak tertib.

Dua tangan sudah menyangga kardus cukup besar di sebelah kiri, eh masih diajak salto zig zagjuga. Walahh... napa sih ga sabar antri di jalan aspal, toh nanti sampai di tempat tujuan jamnya juga sama.

Lagi konsen ngamati kanan kiri tiba2 tangan saya yg di pojok kardun, eh kardus,  menyenggol bahu  pemulung yg lagi jalan. Beruntung pemulungnya tidak marah karena haknya sbg pejalan kaki dilanggar. Coba kalau ia gak rela, pasti saya sudah dipukul dengan mudahnya pakai tongkat besi yg ia bawa.

Karena kesal dgn ketidaktertiban itu saya pun ngomel pada sang joki, "Ini trotoar yaa.... bukan jalan motor." Gondok, boncengin manusia kok seperti boncengin gabah (padi) saja.

Pengalaman serupa saya alami pas di Jakarta. Bonceng motor bebek seperti bonceng pembalap GP aja. Ngebut tanpa ampun. Jalur busway di serobot, trotoar disikat, lampu merah pura2 belok kiri lalu tiba2 menikung dan melesat nyeberang.  Mobil dipepet tanpa jarak, ngegas dan ngerem mendadak hampir tanpa jeda. Benar2 senam jantung. Semua serba sigap dan cepat.

Pas saya bilang " pengemudi gila", dengan entengnya si joki menjawab, "Di Jakarta kalau tertib bisa sehari baru nyampe tujuan, Neng."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline