Untuk persiapan presentasi kemarin itu, saya harus mencari dan membongkar arsip lama yang berhubungan.
Sempat was-was karena segala arsip itu dulu disimpannya di flash disk.
Syukurnya, file itu ada di external setelah sempat dipindahkan dari FD.
Walau masih file mentah pertama, belum yang diedit.
Di situ juga, saya menemukan juga salin tempel percakapan saya dengan editor melalui Yahoo Messenger alias YM.
Kurang lebih percakapan itu terjadi sekitar awal-awal 2009.
Yang membuat saya terkejut sekaligus senyum-senyum, ternyata percakapan itu adalah tumpahan kekesalan editor saya atas apa yang terjadi pada buku saya yang sedang dia pegang.
"Gua boleh jujur nggak, Mbak? Sejak awal lu ngasih naskah ini, gua tahu ini naskah bagus. Gua dukung banget elu buat nerbitin. Gua berani ngadepin rapat redaksi demi buku elu ini, Mbak..."
"Tapi, kok elu kayak nggak ada respon dan usaha lagi sih, Mbak... Masa gua sendirian yang harus berjuang? Gua pengennya kita sama-sama berjuang biar buku elu ini berhasil. Gua jadi kesel sendiri kan..."
Waktu itu saya cuma nulis "oke" saja berulangkali.
Nggak ada tanggapan panjang lain.
Sejujurnya...
Saat itu adalah masa-masa saya harus berjuang juga untuk memperbaiki semua hidup saya setelah sebelumnya jatuh terpuruk dan masih harus mengadapi kondisi tambahan lain sehari-hari.
Tidak mudah.
Maka ketika ada tawaran menulis, saya merasa ini salah satu cara buat saya berusaha bangkit lagi.
Biar masih tertatih, saya menikmati "pengobatan" melalui menulis buku itu.
Ternyata, sisa "aura negatif" itu masih ada dan dirasakan sang editor. Nggak enak sebenernya.
Nggak enak kepadanya dan kepada diri sendiri.
Maka saya nggak beri banyak respon itu.