Berkali-kali Resti mencoba konsentrasi pada buku pelajaran. Tapi, selalu gagal. Ejekan dan ajakan teman-temannya terus terngiang di telinganya. "Kenapa mesti takut, Res?" kata Regi hari itu.
"Kita kan udah gede. Sudah SMA."
"Takut kena marah mama ya?" ejek Dilla.
"Dasar anak mama. Begitu saja takut, enggak berani," tambah Fafa. Resti diam. Semua dugaan teman-temannya tadi enggak salah, tapi enggak juga benar. Bukan lantaran dia anak mama satu-satunya jadi penakut, tapi karena Resti enggak mau melihat mamanya sedih dan kecewa. Di lain pihak resti juga enggak mau mengecewakan teman-temannya. Selama ini dia dan ketiga temannya tadi selalu bersama.
"Ayo deh, Res. Sekali ini saja," bujuk Dilla lagi.
"Kalau kamu nggak dating juga, yah..., terpaksa deh kamu kita tinggal,"
Dan, Resti kini bingung harus memilih yang mana? Mama atau ketiga sobat dekatnya itu?
***
Pagi ini tidak seperti biasa Resti kelihatan lebih ceria. Senyum manis selalu berkembang di bibirnya. Orang-orang rumah sempat heran karenanya.
"Ma, Resti pergi dulu ya," pamit Resti seraya mengecup pipi kanan mamanya.