Lihat ke Halaman Asli

Anjar Anastasia

... karena menulis adalah berbagi hidup ...

Dari "Beraja" kepada "Renjana" Berakhir di "Daksa" (1)

Diperbarui: 19 September 2021   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover Novel "beraja biarkan ku mencinta" oleh Koko Widiatmoko

Tentang Beraja

Masa itu adalah masa saya merasa ada sesuatu di balik semua pengalaman hidup selama ini. Sesuatu yang begitu menggebu, ingin segera dikeluarkan. Ada banyak protes atas kondisi hidup, tapi ada juga sesuatu yang harus saya luruskan dari beberapa pendapat liar di luar sana.

Salah satu dari yang ingin saya muntahkan itu adalah tentang kehidupan orang yang dianggap kelas bawah karena pekerjaannya sebagai cleaning service. Kondisi ini juga bercermin dari kehidupan sekitar saya sendiri. Dari melihat satu jenis kehidupan ini pula akhirnya saya menemukan padanan kata dari cleaning service, yaitu pekarya.

Gregetnya boleh dibilang adalah saat saya berkunjung ke kantor seseorang yang waktu itu sedang dekat dengan saya. Beberapa pekarya kantornya terlihat rajin, tapi sekaligus dekat dengan orang sekitar.

Begitu pula dengan seseorang yang saya tunggu. Dia datang ke bawah setelah salah satu pekaryanya memberitahu bahwa ada yang menunggu. Bersamaan sapanya kepada saya, dia pun menyapa para pekaryanya bahkan sempat bertanya tentang hal pribadi. Nampaknya mereka memang sudah terbiasa menjalin komunikasi seperti itu.

Saya sempat tertegun melihat mereka.

Dan, pemandangan ini benar menancap di kepala. Tentang bagaimana memperlakukan para pekarya itu dengan baik serta bersahabat. Tidak menutup kemungkinan mereka pun akan didukung atas semua keputusan yang akan mereka ambil untuk masa depannya.

Lalu, pekerjaan dan keseharian saya yang tidak jauh dari kaum berjubah, seringkali membuat saya tidak mengerti. Mengapa ketika mereka bermasalah, seringnya kami, kaum perempuan menjadi alasan dan sumber dari masalah itu? Memangnya kami melakukan apa sih hingga menggoyahkan panggilan mereka?

Ada yang protes di dasar hati saya paling dalam.

Sebagai perempuan dan juga hidup bersama mereka, kaum berjubah, saya merasa semua baik-baik saja. Bukan masalah apakah saya atau mereka adalah tipe sosok idaman, tapi lebih karena kami mau saling menghormati dan tahu batasnya dimana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline